Masa lalu sejarah Indonesia (Nusantara) telah menyisakan banyak jejak. Jejak tersebut, ada yang masih tersisa dalam perilaku. Ada pula yang sudah tergerus oleh waktu. Di Pulau Jawa, selain Jawa Tengah, Jawa Timur cukup banyak meninggalkan jejak jejak sejarah tersebut. Uniknya, jejak jejak sejarah di Jawa Timur tersebut sangat beragam. Tidak tunggal. Boleh dikata lebih bersifat heterogen. Misalnya, kombinasi agama agama besar di dunia yang merasuk ke dalam sistem sosial. Maka, tidak heran, jika kemudian Mr Moh Yamin mengambil tipologi ketatanegaraan model Majapahit bagi Indonesia modern. Dengan kata lain, modernisme sesungguhnya Indonesia berada di Jawa Timur. Ketika agama, kepercayaan, dan budaya secara umum dapat saling bersinggungan dan terjadi hubungan kohesif.
Pada perjalanan kali ini, Aris Izzuddin menorehkan catatannya tentang jejak peninggalan tradisi Medang. Sebuah kerajaan yang berpengaruh di Jawa Timur setelah di Jawa Tengah. (Redaksi).
***
Sang raja beserta permaisuri dan keluarganya melintasi sebuah desa bernama Geweg, ketika hendak mencari atau menjenguk putrinya yang sedang bertapa di Gunung Pucangan.
Gunung Pucangan berlokasi jauh di seberang Sungai Brantas yang begitu lebar dan alirannya begitu deras. Karena kesulitan menyeberang, Sang Raja kemudian meminta pertolongan kepada warga setempat.
Warga desa pun bahu membahu membuat perahu untuk Sang Raja beserta keluarganya hingga akhirnya bisa menyeberang sungai dan sampai di utara Kali Brantas.
Sang Raja sangat berterima kasih kepada warga Desa Geweg atas pertolongan yang mereka berikan. Sebagai wujud terima kasih, Sang Raja memberi hadiah berupa penetapan Desa Geweg sebagai Desa Sima yakni Desa kaum brahmana karena dibebaskan dari pajak atau upeti.
Penetapan ini dilakukan tanggal 6 Paropeteng Bulan Srawana tahun 857 Saka sebagaimana yang tertulis di prasasti, bila dikonversi ke dalam kalender Masehi diperkirakan jatuh pada tanggal 14 Agustus 935 M.
Prasasti tersebut bernama ‘Tengoro’ yang mempunyai arti jauh dari pusat kerajaan atau jauh dari keramaian.
***
Seribu tahun yang lalu, leluhur kita sudah mempraktikkan sikap gotong royong, tolong-menolong, dan selalu berterima kasih yang berlanjut dengan pemberian hadiah.
Maka, saatnya kita teladani dan praktikkan!
Prasasti Tengaran/Tengoro, Geweg.
14 Agustus 935 M
Oleh :
Śrī Mahārāja Rake Hino Dyaḥ Siṇḍok Śrī Īśānawikrama Dharmottuṅgadewawijaya / Mpu Sindok (Pendiri kerajaan Medang, Jawa Bagian Timur).