Hak hak adat (ulayat) memiliki aturan tersendiri di dalam khazanah dan referensi hukum di Indonesia. Hukum Adat di samping Hukum Islam (fiqh) dan Hukum Belanda (BW) adalah tiga pilar berdirinya hukum nasional Indonesia. Secara praktis, ketiga sistem hukum tersebut saling meresepsi, meskipun oleh Pemerintah Hindia Belanda, masing masing dibangun sistem (dilembagakan) sendiri sendiri. Memaknai Desember bulan Gus Dur adalah momentum yang sangat signifikan di dalam memahami hubungan ketiga sistem tersebut, terutama di dalam membangun sistem hukum yang tunggal dalam hukum positif di Indonesia. Sebab, belakangan, ketiga sistem hukum tersebut cenderung terjadi saling “tikam” dan menimbulkan konflik antara satu dengan lain, sehingga benar benar tidak terakomodasi dengan baik.
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD)
Memaknai Desember bulan Gus Dur, kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas di Provinsi Jambi dapat dijadikan rujukan bagi penyelesaian hak hak adat di Indonesia. Karena, hukum yang dibangun benar benar dari bawah. Dirilis dari tnbukitduabelas.id, luasan TNBD terdiri dari 60.500 ha memiliki fungsi sebagai Hutan Lindung dan Cahar Biosfer. Melalui SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 285/Kpts-II/2000 Tanggal 23 Agustus 2000, hutan lindung tersebut menjadi hutan produksi seluas 11.400 ha,1.200 ha penggunaan lain, dan cagar biosfer seluas 27.200 ha.
Pada awalnya, TNBD dikukuhkan oleh surat Bupati Sarolangun Bangko tertanggal 7 Februari 1984 Nomor 522/182/1984 mengusulkan kawasan hutan Bukit Duabelas menjadi hutan lindungan dan cagar biosfer. Hal tersebut atas inisiatif dan keinginan masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengubah status kawasan hutan Bukit Duabelas menjadi hutan lindung dan cagar biosfer dan tempat hidup bagi Suku Anak Dalom yang sudah lama tinggal di kawasan tersebut. Usulan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan surat Kepala Sub Balai Perlindungan dan Pelesterian Alam (PPA) Jambi 1984; kepada surat Gubernur Jambi melalui surat Nomor : 522.52/863/84 tanggal 25 April 1984; dan kepada Menteri Kehutanan. Walhasil, kawasan TNBD tersebut kemudian dideklarasikan oleh Presiden RI di Jambi pada tanggal 26 Januari 2001.
Nilai Nilai Kemanusiaan
Hikmah yang dapat diambil dari kasus TNBD tersebut adalah mengembalikan hak hak adat sesuai fungsinya ke dalam sistem hukum di Indonesia. Proses ini tidak termasuk pada kapitalisasi tanah dengan membagi bagi sertifikat. TNBD dijadikan sebagai “Rumah Bersama” bagi masyarakat yang mengambil manfaat dari hutan tersebut yang mekanismenya diatur secara tersendiri dan mandiri. Sebagaimana TNBD merupakan habitat berbagai satwa liar dilindungi yang semakin terdesak. Di samping, TNBD dihuni oleh sekitar 900 jiwa Suku Anak Dalom yang turut berperan dalam pemanfaatan lahan hutan tersebut secara adat.
Memaknai Desember bulan Gus Dur, presiden kala itu cukup responsif terhadap hak hak adat, karena di dalam hukum Islam, hak hak adat adalah satu kesatuan dan tidak terdapat masalah. Hukum adat dan hukum Islam bagaikan tulang, daging, dan darah. Tidak bisa dipisahpisahkan. Keduanya (adat dan Islam) hidup dalam sendi dan nadi yang sama, yaitu manusia dan kemanusiaan.