Syattariyah bisa dikatakan sebuah thariqah, jalan bagi pelaku suluk (salik). Bisa pula dikatakan sebagai posisi (maqam, station). Demikian, pendapat Syekh Najmuddin Al Kubra, pendiri thariqah Al Kubrawiyah. Atau, lebih gampang dikatakan sebagai lakon. Lakonnya apa? Pada posisi lakon itu dia disebut sedang “nyatori”.
Oleh karena itu, jangan mudah memandang rendah orang lain. Memandang hina orang yang datang mengemis. Memandang tinggi diri sendiri. Bisa jadi, ia senantiasa hidup dalam bergelimpangan dosa. Setiap hari tidak lepas dari minum-minuman keras, bermain perempuan, suka berjudi, dan seterusnya. Tapi, kalau Allah Taala menghendakinya naik derajat mulia di sisiNya, itu sudah hak prerogatif.
Maka, selayaknya, bila melihat pada sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai, seseorang bisa berdoa untuk kebaikan-kebaikan yang dilihatnya dan dirinya sendiri.
Nyatori yang pertama biasa dilakukan adalah dengan hidup mengasingkan diri dari keramaian. Bisa di hutan, di gunung, di makam-makam parawali, atau di sebuah gubah khalwat. Tujuannya adalah tentu untuk mendekatkan diri kepada Allah Taala (taqarrub), juga menghadap kepada wajah Allah Taala (tawajuhan). Sebagaimana hadis mengatakan “كانك تراه”, seakan-akan melihat Allah Taala pada semua bentuk (tajalliyat) yang ada di muka bumi. Hingga pada puncak semua bentuk itu akan musnah
“كل هالك إلا وجهه”.
Yang ada hanya Allah Taala.
Dengan demikian, barulah bisa dirasakan Allah Taala itu hadir di setiap tempat, kapanpun dan di manapun. Dan, bisa diketahui mana yang disukai atau tidak disukai.
Lalu, bagaimanakah untuk mengetahui Allah Taala itu hadir, antara suka dan tidak suka?
Harus kembali kepada Al Quran, bagaimana Allah Taala suka dan tidak suka. Sangat gampang sebenarnya.
Misal, firman Allah Taala menyebutkan,
أن الله يحب التوابين و يحب المتطهرين,
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang suka menyucikan diri. Artinya, untuk dekat dan merasakan kehadiran Allah Taala, maka dianjurkan terlebih dahulu untuk bertaubat, lalu mensucikan diri. Begitu pula, selanjut,
أن الله يحب المتوكلي,
Allah Taala mencintai orang-orang yang bertawakal.
إن الله يحب المحسنين,
Allah Taala mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.
إن الله جميل يحب,
Allah Taala itu Maha Indah, Ia mencintai setiap keindahan.
Begitu pula,
أن الله مع الصابرين,
Allah Taala selalu bersama orang-orang yang sabar. Ada banyak ayat-ayat Al Quran yang menyebutkan tentang bagaimana caranya menghadirkan Allah Taala.
Dari sini, nyatori bisa dilakukan oleh siapapun dan di manapun. Tentu, dengan cara-cara thariqah. Allah Taala tidak menyukai sesuatu yang berlebih-lebihan dalam persoalan makan dan minum. Sebagaimana firmanNya;
وكلوا واشربوا ولاتصرفوا، أن الله لا يحب المصرفين
Allah Taala memerintahkan untuk makan dan minum, tapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang suka berlebihan.
Jika Sunan Gunungjati telah menitipkan tajug (musholla) dan fakir miskin, maka dengan zikir atau sholat, serta menyantuni fakir miskin adalah cara menghadirkan Allah Taala di alam nyata.