Membaca Hadarat Al Islam pasca-Sayidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib meletakkan jabatan khalifahnya (terutama setelah pembantaian Sayidina Husein bin Ali bin Abi Thalib di Padang Karbala pada tanggal 10 Oktober 680 Masehi) laksana berdiri di atas puing-puing kejayaan Persia pada masa sebelumnya. Ditambah kejayaan Dinasti-dinasti beragama Buddha yang membentang dari Khurasan Raya hingga India.
Aktor-aktor baru melalui garis keturunan yang sama tampil dengan baju agama baru, Islam, beserta garis-garis imamah-thariqah masing-masing. Telusuran genealogi ini sangat menarik!
Dinasti Thahiriyah (821-873 Masehi)
Pada masa kejayaan Dinasti Abbasiyah di Baghdad, terdapat Dinasti Thahiriyah di sebelah Timur, menduduki wilayah Khurasan, dan beribukota Naisabur. Dinasti ini didirikan oleh Thahir ibn Husein. Orang Persia yang lahr di desa Musanj dekat Merv. Ia pernah menjabat sebagai panglima pasukan pemerintahan Khalifah Al Ma’mun.
Thahir muncul ketika pemerintahan Abbasiyah sedang terjadi perselisihan antara dua pewaris tahta, Muhammad Al Amin (memerintah antara 809-813 Masehi) dan Abdullah Al Ma’mum.
Al Amin adalah putera Harun Al Rasyid dari istri keturunan suku-bangsa Arab (Zubaidah) sebagai penguasa di Baghdad, sementara Abdullah adalah putera Harun Al Rasyid dari istri keturunan suku-bangsa Persia yang berkuasa di timur Baghdad.
Thahir ibn Husein adalah keturunan Mash’ab Ibn Zuraiq, penguasa Abbasiyah di Merv dan Harrah, Khurasan. Dari hubungan ini,
antara pihak pemerintah Abbasiyah di Baghdad dengan keluarga Thahir sebenarnya sudah terjalin lama. Sehingga cukup beralasan jika pemerintah Baghdad memberikan kepercayan besar kepada generasi Mash’ab ibn Zuraiq.
Sebagai panglima, Thahir ibn Husein pernah dipercaya menjadi penguasa (Amir) di Mesir sebelum akhirnya menjadi penguasa di Khurasan.
Kekuasaan Dinasti Thahiriyah di Khurasan tidak berlangsung lama. Meskipun Thahir ibn Husein telah merintis satu pola pemerintahan dengan menerbitkan satu matauang sendiri. Dinasti Thahiriyah menampakkan kemajuan dari segi ekonomi ketika berada di bawah kekuasaan Abdullah ibn Thahir. Namun tidak berlangsung lama.
Dinasti Ukailiyah ((996 – 1095 M)
Dinasti Ukailiyah berasal dari suku-bangsa Badui besar, Amir ibn Sha’sha’a. Suku-bangsa ini tersebar di Khafaja dan Muntafiq di Irak bawah.
Setelah penguasa Dinasty Hamdaniyah di Mosul berakhir, kota itupun berpindah tangan ke Abu Dzawad Muhammad Ibn Al Musayyib Al Aqili dari Dinasti Ukailiyah.
Setelah Abu Dzawad Muhammad Ibn Al Musayyib Al Aqili meninggal, terjadi perebutan kekuasaan di antara putera-puteranya. Upaya yang menghancurkan semua pihak.
Namun, kota Mosul, kota-kota lain, dan benteng-benteng yang terdapat di Al Jazirah berhasil dikuasai oleh Mu’tamid Daulah Qarawisy ibn Al Muqallid. Upaya Mu’tamid yang utama adalah menjaga keutuhan wilayah kekuasaan dari serangan Oghuz dari Persia barat dan Irak.
Mu’tamid pun menjalin hubungan persekutuan dengan penguasa Mazyadiyah Hilla. Pihak yang sama-sama terancam. Pada masa Syaraf Al Daulah, Muslim ibn Qarawisy, wilayah kekuasaan Dinasti Ukailiyah meluas dari Baghdad sampai ke Aleppo.
Dinasti Ukailiyah bukan suku-bangsa yang gemar berperang. Kekuasaan Dinasti Ukailiyah pada akhirnya dihancurkan oleh orang-orang Dinasti Seljuk pada 1095 Masehi.