Dinasti Sasanid (224-651 Masehi) adalah pewaris kekaisaran Persia yang Agung atau Kekaisaran Persia Kedua. Kekaisaran ini menjadi pesaing utama Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Bizantium di Eropa. Ada banyak legenda dan cerita tentang persaingan dua peradaban besar ini. Dan, Rasulullah Saw sendiri yang telah meramalkan akan kehancuran Dinasti Sasanid ini. Wilayah kekuasaannya mencakup Asia Barat, Tengah, dan Selatan.
Dan, bila ingin jujur, dari puing-puing Kekaisaran Sasanid inilah Dinasti-dinasti muslim berdiri. Sebab, kekuasaan imarah yang menjadi pondasi Dinasti Umayyah di Damaskus ternyata tidak cukup menunjukkan bukti kejayaan Hadarat Al Islam bisa bertahan dan berkembang. Di samping, pola militeristik yang digunakan telah membuat torehan luka yang dalam bagi sejarah umat Islam.
Dinasti Al Sammaniyah (819-999 Masehi)
Berbicara tentang Dinasti Abbasiyah sebenarnya tidak bisa dilihat secara struktural, kecuali dengan pertalian-pertalian garis imamah-thariqah melalui jalur Sayidina Ali bin Abi Thalib, seperti Al Syafawiyah, Al Buwaihiyah, Seljuk, dan Al Sammaniyah. Masing-masing menisbatkan diri kepada garis Sayidina Ali, baik melalui jalur darah keturunan maupun jalur keilmuan dan thariqah, baik Syiah maupun Sunni. Meskipun pada praktik politiknya sering tidak terdapat kecocokan serta persaingan yang dilatarbelakangi oleh pandangan keagamaan dan klan suku-bangsa.
Kontak terakhir Dinasti Sasanid yang dipimpin oleh Kaisar Yezdegerd III adalah pada peristiwa pembunuhan Khalifah Umar bin Al Khattab. Setelah itu berupa dukungan-dukungan sporadik di dalam menentang kepemimpinan imarah suku-bangsa Arab. Hal ini tampak mulai dari konspirasi yang dilakukan Dinasti Buwaihiyah terhadap Dinasti Abbasiyah di Baghdad.
Dinasti Al Sammaniyah yang berkuasa di Kekaisaran Tajik, Asia Tengah atau masuk wilayah Afghanistan sekarang, pada mulanya adalah bagian penting dari Kekaisaran Khurasan Raya. Dinasti Al Sammaniyah didirikan oleh Saman Khuda, seorang Zoroasrian yang kemudian memeluk agama Islam setelah berjumpa dengan Asad bin Abdallah Al Qasri (gubernur Khurasan yang memerintah pada 723-727 Masehi). Perlu diketahui, Saman Khuda adalah keturunan ke-4 atau ke-5 dari Bahram Chobin, bangsawan Mihran yang menjadi Shah di Kekaisaran Sassanid.
Dinasti Sammaniyah mendapat peran dalam sejarah muslim dari tahun 875-1004 Masehi. Terutama, setelah empat orang cucu Samman Khuda diakui oleh Khalifah Al Ma’mun (786-833 Masehi) sebagai penguasa di daerah Samarkand, Pirghana, Shash, dan Harat. Pada masa Dinasti Al Sammaniyah Bukhara dan Samarkand berkembang menjadi kota berkebudayaan tinggi dan pusat ilmu pengetahuan. Nama-nama yang terkenal pada masa itu diantaranya adalah Ibn Sina (980-1037 Masehi), Umar Khayam (1048-1131 Masehi), Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni (973-1048 Masehi), dan Muhammad Zakariya Al Razi (964-925 Masehi).
Keempat cucu Samman Khuda mendapat simpati yang besar dari warga Persia. Simpati tersebut pada awalnya hanya meliputi kota-kota kekuasaan mereka saja, kemudian menyebar ke negeri-negeri Persia lainnya, termasuk Sijistan, Karman, Jurjan, Al Ray, Tabanistan, hingga Khurasan.