Wahana yang saya sebutkan sebagai judul ini sebenarnya tidak menakutkan, bagi mereka yang berani tentunya. Bagi yang takut, maka melihat dari jauh saja sudah cukup bisa merasakan getirnya digoncang naik turun wahana tersebut. Intinya, butuh keberanian, nyali dan tentu fisik yang tangguh sebelum menaikinya.
Hidup, akan selalu dihiasi naik turunnya iman. Sesekali manusia imannya naik tinggi. Namun di lain waktu, imannya bisa terjun bebas seketika. Yaziidu wa yanqush, kata hadis-nya.
Jangankan iman, berbuat yang baik saja, manusia banyak terlena. Terlena dan lalai mengerjakan, atau bahkan lebih dominan mengerjakan yang non-baik, atau dalam bahasa lainnya, kesalahan. Makanya Quran memberi tips praktisnya, inna al hasanah yudzhibna as sayyiah. Kebaikan itu menghapus keburukan. Beberapa ulama menggunakan ayat ini untuk memberikan solusi mereka yang lalai-terlanjur berbuat jelek, untuk segera mengiringinya dengan kebaikan.
Pada berbagai kesempatan, manusia benar-benar adalah “artis” sosial yang nyaris sempurna. Pagi hari dia baik, sorenya bisa sebaliknya. Isuk dele, sore tempe, kata pepatah jawanya.
Setiap hari, manusia melalui hari-harinya dengan dua hal, baik dan buruk saja. Tidak ada yang tengah-tengah. Fenomenanya beragam, yang terbaru seperti viralnya wanita berjilbab yang pamer auratnya di media sosial. Maka di sebuah sisi, dia dipandang wanita yang terhormat, namun di sisi lain, untuk sebuah kepentingan ataupun nafsunya, martabatnya terjerembab jauh melebihi seekor binatang. Pada era serba gawai ini, semua sangat mungkin. Mereka yang alim di masjid, ada kemungkinan menjadi “liar” ketika bersama gawai dan sendirian di kamar.
Wa hadainaahu an najdain. Al Balad menyebut bahwa manusia sudah diberi dua pilihan dalam segala hal. Dan hasilnya bisa seperti bunyi di surah Al insan, immaa syaakiran wa immaa kaafuuraan. Kadang beriman, kadang juga kufur. Maka tidak heran, Gus Mus berpesan ketika kita membaca ayat tentang kekufuran, posisikan-lah diri kita (yang mengaku mukmin) sebagai obyek juga. Karena celah kekufuran itu ada di mana-mana, di setiap sendi dan lekuk kehidupan manusia.
Maka, jadilah diri yang sebenarnya. Ketika ramai dan sepi, anda tetaplah anda. Tidak bermulti tasking baik.dan buruk. Tidak pura-pura. Karena, anda bisa menipu siapapun, tapi hati anda akan terus bertanya, kenapa anda tidak kunjung memperbaiki diri untuk lebih baik lagi.
Jadi, mari menikmati roller coaster kehidupan (baik-buruk) ini. Berdoa saja, ketika ditimbang, kebaikan anda dipandang Alloh sebagai sebab datangnya rahmah-Nya kepada anda, untuk menuju surga.
Simo Hilir
16:48 WIB