Kitab suci Al Quran oleh parasarjana disebut sebagai kitab susastra terbesar sepanjang zaman. Karena, maknanya terus digali dan telah melahirkan banyak cabang ilmu pengetahuan seperti fiqh (hukum), tauhid (teologi), balaghah (susastra), tafsir (hermeneutika), dan sebagainya. Bahkan, Imam Fakhruddin Al Razi 1150-1210 Masehi) membuat sebuah tafsir khusus, مفاتيح الغيب, Kunci-kunci Keghaiban, yang menerangkan tentang hubungan Al Quran dan alam semesta.
Keistimewaan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar diturunkannya Al Quran kepada suku-bangsa Arab membawa asumsi: bahasa Arab merupakan bahasa surga.
Hal ini berdasarkan pemikiran umat Islam yang sering memandang kitab suci Al Quran sebagai yang diturunkan (devine), nuzzila, baik dari segi inspirasi maknanya maupun dari segi pelafalannya. Sehingga Al Quran yang dimaksud adalah teks yang diturunkan sebagaimana bahasa Arab adalah bahasa surga. Kelak, di surga semua orang akan berbahasa Arab.
Bahasa Modern pada Masanya
Pada masanya, bahasa Arab adalah homogen. Ketika Rasulullah saw dilahirkan, ia dikelilingi oleh suku-bangsa yang seragam di Madinah. Sementara di Mekah, meskipun sudah menjadi kota “metropolitan” tetap menjadi wilayah kekuasaan suku-bangsa Arab dari keturunan Fihr (Quraisy). Suku-bangsa Arab terdiri dari kabilah-kabilah yang memiliki mobilitas tinggi yang terpisah dari induknya Adnan yang bertubuh tinggi besar di Utara (Yordania) dan Qahthan yang bertubuh kecil dan kehitaman di Selatan (Yaman). Dinamakan Arab, karena mobilitas tersebut. Mereka memang suka menjelajah dari gurun ke gurun, dari oase ke oase, dari savana ke savana, dari kota ke kota, dan dari negeri ke negeri. Dari mobilitas tinggi ini, ketika lahir, Islam pun cepat berkembang ke berbagai wilayah.
Syu’ubiyah (rasa kesukuan) suku-bangsa Arab sangat kuat, meskipun terhadap tanah air kurang begitu melekat. Karena syu’ubiyah ini, bahasa Arab diyakini sebagai satu-satunya bahasa surga.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al Thabrani, Nabi Muhammad saw bersabda, “Aku mencintai Arab karena tiga hal. Karena aku orang Arab, Al Quran berbahasa Arab, dan bahasa Arab adalah bahasa surga.”
Tingkat kesahihan hadis ini terjadi pro dan kontra, namun Imam Al Suyuthi dalam Jami’ Al Shaghir menyebutkan hadis ini sahih.
Keistimewaan bahasa Arab, karena suku-bangsa yang memiliki mobilitas tinggi tersebut memberi peluang untuk menjadi bahasa terbuka. Dengan cepat, bahasa Arab berkembang menjadi modern dengan menyerap bahasa-bahasa yang ada di berbagai tempat di belahan dunia kala itu. Maka, wajar, jika kemudian, Al Quran menegaskan: Al Quran diturunkan dengan lisan Arab yang jelas (lingua franca), bahasa pergaulan multietnis seperti bahasa Inggris di zaman sekarang. Bahasa Arab hingga sekarang memiliki khazanah terbanyak dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain di dunia dari segi pemaknaan. Keistimewaan bahasa Arab ini ditegaskan Al Quran dalam surat Al Syuara ayat 195;
بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِيْنٍ ۗ
Dengan bahasa Arab yang jelas.
Salah satu hikmah Al Quran diturunkan kepada suku-bangsa Arab di samping belum maju dari segi peradaban adalah mereka mobile, terbuka pada perubahan, dan mau beradaptasi dan mengadopsi.
Bahasa Al Quran menjadi bahasa Arab modern pada masanya karena mengalami proses sejarah yang cepat. Hal ini dimulai dari pilihan-pilihan kata (diksi) yang digunakan dalam kosakata Al Quran serta perubahan-perubahan bentuk dan simbol bunyi (huruf). Di tangan manusia suku-bangsa Arab, perubahan itu terjadi dari huruf yang tidak berharakat dan bertitik hingga menemukan kesempurnaan di tangan orang Persia yang bernama Abu Al Aswad Al Du’ali (wafat 688 Masehi). Dari sini, proses huruf dan bunyi mengalami perubahan-perubahan dalam campur tangan manusia, baik melalui penyakalan maupun panjang pendek bunyi harakat (birama). Dan, bahasa Arab sebagai bahasa surga pada akhirnya perlu dipertanyakan dalam konteks seperti ini.
Sastrawan Penentu Sejarah
Bisa dibilang kemudian penentu sejarah Arab adalah parasastrawan. Susastra Arab terus mengalami perkembangan sejak Al Quran mulai dibukukan (dikodifikasi, تدوين) hingga muncul tafsir-tafsir yang membahas materi-materi kebahasaan (linguistik) dan kesusastraan. Dari tafsir-tafsir tersebut muncul disiplin-disiplin ilmu sebagaimana tersebut di atas setelah bersentuhan dengan peradaban-peradaban maju pada saat itu seperti Romawi, Mesir, dan Persia. Sejarah peradaban Afrika Selatan tidak begitu penting selain Romawi dan Persia, padahal Hijrah pertama dilakukan ke Habasyah (Etiopia). Dengan kata lain, kemajuan susastra turut menentukan sejarah.
Kendati demikian, kritik-kritik teks dan susastra terus mengusik eksistensi Al Quran yang telah dibukukan tersebut.
Al Quran diperbandingkan dengan dokumentasi-dokumentasi sejarah yang terbukukan melalui الكتاب atau الذي يكتبه, yang telah mengalami proses penyebaran hingga terus terjadi di berbagai suku-bangsa dan agama. Sementara esensi kenabian dan kerasulan perlahan mulai rapuh, terutama pada masa Khalifah Abbasiyah, Al Musta”shim Billah 1213-1258 Masehi). Meskipun pada dasarnya esensi itu masih bisa diselamatkan dan bersembunyi di hati kalangan kaum sufi-tarekat.
Cirebon, 5 Juni 2022.