Berasal dari kalimat hadis-hadis Rasulullah Saw “ياتى زمان” atau “سيأتى زمان” yang berarti “telah tiba suatu masa” atau “akan tiba suatu masa” dan seterusnya, maka lahirlah sebuah trend baru penafsiran, baik tekstual maupun kontekstual, yang berorientasi pada ramalan. Sebagaimana ramalan merupakan trend budaya tertentu yang senantiasa digemari oleh hampir semua manusia di dunia. Jika manusia itu bukan pengonsumsi ramalan, maka ia akan menjadi si pembuat ramalan.
Tidak saja di bidang realitas sosial, ramalan juga merambah pada bidang-bidang ilmu pengetahuan, filsafat, bahkan kitab-kitab suci agama.
Tentang ramalan ini, Al Quran dalam surat Al Naml ayat 65 menyatakan:
قُلْ لَّا يَعْلَمُ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ الْغَيْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗوَمَا يَشْعُرُوْنَ اَيَّانَ يُبْعَثُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. Dan, mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.”
Belakangan, bermunculan tafsir-tafsir atau lebih tepat ramalan-ramalan akhir zaman. Ketika bencana alam di Sulawesi, perang di Ukraina, hingga fenomena-fenomena sosial yang biasa seperti suami yang hidup bergantung pada istrinya, atau yang sangat populer “jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah lelaki”.
“Kuasa ramalan” sering pula digunakan demi kepentingan-kepentingan legitimasi politis seperti akan muncul Ratu Adil (Eru Cakra) bagi masyarakat Jawa. Juga, menjadi alat justifikasi, menghukumi pihak-pihak lain, seperti ramalan parapenyihir Firaun yang menjelaskan akan datang seseorang yang dapat menjatuhkan kekuasaannya dari kalangan suku-bangsa Israel. Sehingga setiap bayi yang lahir dari suku-bangsa Israel harus dibunuh. Begitu pula, ramalan dari penyihir suku-bangsa majus Babilonia kepada Raja Herodes yang mengabarkan akan lahir seorang raja dari suku-bangsa Yahudi (Yudea) pula yang akan menghancurkan singgasananya. Sehingga Raja Herodes pun menganiaya dan membunuh hampir semua suku-bangsa Yahudi sampai lahirnya Nabi Isa As.
Dari ayat 65 surat Al Naml tersebut, manusia sesungguhnya tidak memiliki kuasa apapun terhadap masa depan, kecuali Allah Taala. Termasuk akhir zaman dengan closing statement ayat tersebut: “…mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” Ayat ini sebenarnya benar-benar jelas (sharih) dan tidak perlu lagi penafsiran-penafsiran. Sebab, jika ramalan-ramalan tersebut terus dilakukan, maka akan sama kisah parajin yang selalu ingin mengintai rahasia-rahasia Allah Taala, termasuk rahasia Al Quran. Sebagaimana disebutkan dalam Surat Al Jin ayat 8-10 berikut;
وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا (8) وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا (9) وَأَنَّا لَا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا (10)
Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu), tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.
Tentu, dengan gamblang dapat dipahami: jika seseorang suka bermain-main dengan ramalan, maka secara otomatis ia telah terjerumus masuk ke alam jin. Masuk ke dalam perangkap kuasa jin.
Lalu, bagaimanakah dengan ramalan cuaca dan bencana? Kehendak Allah Taala kadang bersesuaian dengan sunnahNya. Misal, jatuhnya sebuah benda ke lantai dapat diukur melalui ketinggian dan kecepatan benda tersebut jatuh sehingga dapat diprediksi atau diramal berapa senti retakan pada lantai tersebut. Prediksi atau ramalan terhadap keretakan lantai bersesuaian dengan hukum atau sunnah Allah Taala. Tapi, bukan berarti ukuran yang dibuat oleh manusia akan bersesuaian dengan sunnah Allah Taala secara serta merta. Bisa saja, hasilnya akan meleset dan tetap bersesuaian dengan hukum dan sunnahNya.
Dengan kata lain, ramalan bisa digunakan hanya sebatas “alat” untuk mengetahui sunnahNya.
Cirebon, 21 Mei 2022.