Tidak sedikit orang yang berkeinginan untuk menulis, tapi mengalami hambatan-hambatan klasik, kesulitan ide dan inspirasi. Apa yang harus saya tulis? Itu pertanyaan klasik. Padahal, setiap pelatihan-pelatihan literasi diselenggarakan selalu ramai pesertanya. Namun, sedikit sekali yang berhasil menjadi penulis.
Banyak hal yang bisa mengantar menjadi penulis profesional sebenarnya. Mulai dari membuat catatan harian atau khutbah yang bisa diangkat pada level ilmiah populer atau sebuah buku kompilasi atau kumpulan tulisan.
Membuat Narasi
Pada dasarnya, setiap benda yang ada di muka bumi bisa berbicara, namun tidak dimengerti. Atas bantuan sebuah narasi, benda-benda mati tersebut akhirnya bisa berbicara.
Saya sebagai santri biasa ingin sekali membuat sebuah tulisan, tapi terlanjur minder terlebih dahulu pada orang-orang yang sudah pandai. Tulisan mereka bagus-bagus.
Sebagai santri, saya sudah dilatih untuk belajar khutbah Jum’at yang suatu saat apabila sudah tiba di kampung halaman dapat meneruskan tradisi. Dari khutbah-khutbah yang saya sampaikan tidak jarang menggunakan buku-buku khutbah tulisan orang lain.
Terus-terusan demikian, tidak membuat diri saya nyaman. Akhirnya, saya simpulkan untuk menulis khutbah sendiri. Dari menulis khutbah itu, saya bisa mulai menuaikan gagasan dan pikiran sendiri, tanpa tergantung lagi pada buku atau bacaan orang lain. Sebab, saya memiliki problem sendiri di lingkungan masyarakat saya yang harus diuraikan dengan cara-cara agama.
Selain mengaji, saya juga memiliki kebiasaan membuat kaligrafi. Pada mulanya susah, karena harus menyiapkan konsep, membuat gambar di atas kertas, lalu meletakkannya di dinding untuk diukir. Lelah dan tidak meyakinkan, karena kaligrafi itu tiba-tiba diam. Tidak ada yang bisa membacanya, kecuali saya sendiri.
Pada mulanya, saya juga ragu: apakah saya mampu menulis bagus? Saya mulai mencoba. Pengalaman membuat khutbah ternyata mampu memberi inspirasi dan pengalaman untuk dituangkan ke dalam tulisan. Digabungkan dengan pengalaman sebagai artisan kaligrafi, saya ingin kaligrafi saya berbicara, mulai dari model-modelnya, huruf-hurufnya, warna-warnanya, besar kecilnya, semua harus berbicara.
Dijalani dengan Ikhlas
Menulis tidak sesulit membuat kaligrafi yang memakan waktu berhari-hari. Menulis bisa dilakukan sekali duduk dan dalam waktu kapan saja, bisa pagi, siang, malam, atau setelah tahajud.
Seperti khutbah, saya ingin mengkhutbahi semua orang melalui tulisan. Kalau dengan verbal hanya jama’ah masjid saja yang mendengar, saya ingin tulisan khutbah saya dibaca banyak orang. Saya ingin problem masyarakat saya dibaca agar bisa mendapatkan solusi.
Dengan niat yang ikhlas tentunya, tanpa ada tendensi yang lain. Dan, murah.
Ya, menulis adalah alat komunikasi paling murah. Bandingkan dengan visualisasi melalui video atau gambar! Atau, kaligrafi yang tak bisa berbicara. Yang memberi keberkahan adalah Allah Taala, manusia hanya mampu meminta.
Dan, dengan dimulai dari tulisan-tulisan khutbah, saya ingin jadi profesional menceritakan kaligrafi-kaligrafi hasil karya saya. Dengan ikhlas, saya tidak akan tenggelam oleh bentuk-bentuk politik apapun.