Kami biasanya memanggil dirinya dengan sebutan “Mbah Yaqin”. Panggilan Mbah di pesantren kami, karena biasanya tak banyak ulah, terlihat khusyuk, tawaduk, qona’ah, dan diam-diam hapalan Al-Qurannya lanyah, lancar. Tidak semua santri mendapat gelaran demikian, meskipun sudah termasuk senior. Seniorpun kalau masih terlihat grapyak (gawul) belum tentu dipanggil Mbah, bisa “pak” atau “cak”.
Ada beberapa santri yang dapat “laqob” atau sebutan Mbah itu, seperti “Mbah Suryo”, “Mbah Nur Salim”, “Mbah Rohman”, “Mbah Arif”, atau “Mbah Nur Qomari”. Para Mbah itu buat antik-antikan di pondok. Biasanya, lidah mereka “landep”. Jopa jampinya “mandi” atau mudah dikabulkan. Hidup mereka terlihat sederhana dan zuhud.
Mbah Yaqin atau KH Muhammad Ainul Yaqin ini adalah salah satunya. Sejak masuk Madrasatul Qur’an Tebuireng, Mbah Yaqin sudah alim dan duduk di kelas Aliyah. Dia langsung mendapat tugas dan tinggal di posko keamanan. Keistimewaannya banyak. Di samping titen, hapal setiap detil, Mbah Yaqin juga rajin riyadlah (latihan mempeng istiqomah). Puasa dan banyak mendaras Al-Quran.
Berkat rajin riyadlah itu, Mbah Yaqin mendapat relasi hingga ke Jakarta. Setiap bulan Ramadhan, dia mendapat jatah menjadi imam sholat taraweh di BUMN. Selepas dari pesantren, Mbah Yaqin pulang ke kampung halamannya, Jogoroto. Mendirikan Pondok Pesantren Hamalatul Qur’an. Inovasi dan metode yang pernah dipraktekkan olehnya dikenal oleh tokoh-tokoh nasional, seperti K.H. Ahsin Sakho.
Ia menggunakan metode yang sebenarnya tidak asing bagi para penghapal Al-Quran. “Fami bi syauqin”, mulutku dalam kerinduan (mendaras Al-Quran). Metode ini dikenal sebagai metode Sayyiduna Ali bin Abi Thalib Al-Murtadla.
Dikatakan nekat juga tidak, dibilang tidak ya nekat. Itulah i’tiqad Mbah Yaqin mendirikan pesantrennya. Semua santri yang belajar menghapal Al-Qur’an di sana gratis’tis. Tidak ada pungutan biaya. Entah, darimana datangnya, rezeki untuk menghidupi santri-santrinya selalu saja ada. Padahal, Mbah Yaqin sendiri tidak memiliki pekerjaan tetap. Ia termasuk orang yang yaqin: Al-Quran dapat memberi syafaat.
Perhatian kiai yang mendapat gelar “Mr. Mustang” ini pada santri-santri alumni juga cukup besar. Bagi alumni yang belum memiliki pekerjaan tetap atau santri asuhan, ia menitipkan beberapa santrinya. Termasuk kepada Sang Guru, KHA Musta’in Syafi’i, yang semula enggan mendirikan pesantren. Mbah Yaqin menitipkan beberapa santri kepadanya. Demikian, cara Mbah Yaqin berbagi ilmu dengan praktek langsung.
Kini, Mbah Yaqin telah menginspirasi dan menginisiasi beberapa pesantren binaannya. Metode yang digunakan olehnya kian berkembang di berbagai tempat di kota/kabupaten di Jawa Timur,, Yogyakarta, dan Jawa Tengah. Santri-santrinya dibilang sudah melimpah.
25 Agustus 2022.