Untuk pertama kali, seorang anak muslim akan diajarkan dan dikenalkan dengan bacaan dan ejaan huruf Al Quran. Dari bacaan dan ejaan tersebut, seorang anak sedikit demi sedikit akan belajar bacaan sholat, bacaan doa, bacaan tahlil, bacaan sholawat, hingga ilmu-ilmu yang sudah tersistem seperti Nahwu, Shorof, Balaghah, Fiqh, Tafsir, dan seterusnya.
Pondok Pesantren Madrasatul Quran (PPMQ) Tebuireng yang terlahir dari sebuah pesantren sepuh, Tebuireng, kemudian membuat formula tersendiri di dalam format yang standar. Tidak terlalu rendah, juga tidak terlalu tinggi. Bahkan, kurikulum yang diajarkan dipandang oleh kalangan pesantren lain sudah dianggap paling tinggi. Sehingga kehadiran PPMQ di tengah-tengah masyarakat Jombang khususnya menjadi fenomena tersendiri, karena keistimewaannya.
Keistimewaan tersebut dapat dilihat dari paraalumnus (mutakharrij) PPMQ ketika pulang ke kampung halaman atau merantau di negeri orang tidak terlepas dari kegiatan pendidikan pesantren. Minimal, mereka menjadi imam masjid atau membuka lapak Pendidikan Taman Al Quran di masjid-masjid. Itu minimal. Tapi, tidak sedikit yang berani merintis pesantren sendiri kalau saja mereka tidak mendapatkan warisan pesantren dari orangtua mereka.
Hal ini setidaknya dapat menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pesantren, khususnya Al Quran atau Tahfidh Al Quran.
Formula yang tersistem di MQ Tebuireng (sebutan yang sering diucapkan) bukan saja dari aspek kegiatan sehari-hari yang sudah dikenalkan dengan cara-cara berorganisasi. Kepengurusan pesantren terstruktur mulai dari tingkat kamar hingga pondok pesantren melalui wadah yang dikelola oleh parasantri sendiri, Majelis Tarbiyah wa Ta’lim. Majelis ini tidak saja menegakkan disiplin dan kebutuhan parasantri, melainkan juga membuat aturan dan hukum oleh dan dari parasantri itu sendiri di bawah pengawasan pengasuh.
Dari segi pendidikan Al Quran, PPMQ menyelenggarakan jenjang pendidikan mulai dari buta huruf Al Quran di kelas Naqish, hingga ke jenjang Mutawashit, Muntadhir, Tahfidh, dan Qiraah Sab’ah. Dari tingkat yang berjenjang ini, pendidikan Al Quran di PPMQ menemukan pola bacaan sendiri yang berbeda dengan pesantren-pesantren Al Quran lainnya, yang dikenal dengan Qiraah Muwahadah. Maka, tidak heran, jika dari segi pelafalan huruf, gaya baca dan lagu, terdapat keseragaman. Jika sudah jadi alumni, seorang santri PPMQ dapat dengan mudah dikenali dari qiraat (gaya bacanya).
Tidak berhenti di situ, pendidikan diniyah di PPMQ juga dikenalkan secara intensif dan berjenjang. Mulai dari buta huruf tatabahasa Arab hingga pandai membaca kitab gundul, tanpa harakat. Dari segi mutu dan kualitas, PPMQ melibatkan tenaga-tenaga pendidik dari dosen-dosen perguruan tinggi sehingga ketika menjadi alumni sudah setara dengan pendidikan perguruan tinggi.
Kini, PPMQ diasuh oleh KH Abdul Hadi Yusuf atau biasa disapa Gus Didik setelah melewati masa usia sekarang 50 tahun.
Dari pola dan sistem yang terprogram di PPMQ ini, banyak alumni yang kemudian mendirikan pondok-pondok pesantren sendiri di berbagai daerah di Indonesia, bahkan di Malaysia.
Terakhir dan yang paling utama adalah selalu istiqamah “nggembol” Al Quran dan tentunya rajin riyadlah, meskipun sudah diriyadlahi oleh Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari, Hadratussyekh KHM Yusuf Masyhar (muassis MQ Tebuireng), bersama paramasyayikh Pesantren Tebuireng pada umumnya.
والله المستعان على معى القرآن.
Cirebon, 23 Maret 2022.