Dari Rural Hingga Nyata
Sama seperti mereka, menyebut sejarah dari kerangka mitologi, karena belum mampu menjangkau realitas pada zamannya. Zaman batu misalnya sulit dimengerti tata bahasa dan tata pikir yang digunakan masyarakat manusia kala itu. Mereka sederhana tak selengkap seperti saat ini.
Orang Indonesia tidak rajin dalam mengumpulkan kata, meskipun mereka rajin beraksara dan bersastra. Mengapa demikian? Karena mereka tidak suka mengenal dengan yang lain. Kesukaan mereka hanya meniru dan mencontoh, lalu membuat hal yang baru dari contoh yang ditiru.
Tidak percaya? Lihat saja bahasa yang mereka gunakan. Bahasa Indonesia yang menggunakan aksara Latin. Sebelum aksara Latin diterapkan sebagai bahasa resmi; resmi dalam pergaulan, resmi dalam upacara, resmi dalam segala hal yang memaksa meraka menggunakannya. Mereka tidak percaya pada pahatan kata yang telah mereka gunakan, dan meninggalkan yang lama demi yang baru. Begitu seterusnya pada aksentuasi budaya. Seberapa cepatkah mereka menangkap bahasa ibu yang telah mereka pergunakan sejak lahir?
Sejarah lisan saat ini nyaris mati, karena telah ditindih oleh cerita cerita fiksi dan visualisasi. Tidak begitu dalam mereka mencerna, kecuali yang hanya mudah dipahami.
Bahasa tulisan, bagaimanapun juga, akan mengangkat satu “anggitan” yang asing digunakan. Yang jarang dan bahkan tidak pernah dikenal sebelumnya. Bahasa tulisan mampu menyerap bahasa asing demikian ke dalam satu rangkaian kalimat.
Nusantara sudah mengalami beberapa kali perubahan penggunaan bahasa. Sejak awal dari hitungan sementara penelitian tentang manusia yang telah hadir diantaranya adalah: suku bangsa Melanisia dan Mongolid yang menghasilkan gen baru manusia Indonesia. Dua suku bangsa besar yang mendiami wilayah Indonesia sekarang tersebut tentu membawa bahasa dan aksara sebagaimana ditemukan di goa goa seperti di Sulawesi atau aksara aksara kuna yang sering dikenal seperti Kaganga, Pallawa, dan lain lain. Bangsa bangsa besar yang turut memberi sumbangan kekayaan besar adalah tentunya peradaban China, India, Persia, Arab, dan Eropa. Mereka turut mewarnai bahasa dan menjadi lingua franca sebagaimana bahasa dan aksara Sansekerta dipadukan dengan bahasa Jawa Kuna menjadi Kawi. Bahasa dan aksara Arab dipadukan dengan bahasa Nusantara menjadi huruf Arab Melayu (Pegon), serta bahasa dan aksara Latin dipadukan dengan bahasa Nusantara menghasilkan bahasa Indonesia modern.
Ketiga bahasa dan aksara tersebut (Kawi, Pegon, dan Latin) telah mendominasi sebagai bahasa pengantar sehari hari sekaligus bahasa dan aksara resmi yang berlaku di Nusantara. Dengan demikian, bahasa lisan yang mendominasi, kemudian dikukuhkan dan diikat menjadi kesepakatan bersama untuk digunakan secara resmi dalam fotum forum resmi yang membutuhkan proses yang panjang selama ribuan tahun.