Di antara kiai-kiai di Pesantren Tebuireng, dirinya adalah yang paling menonjol karena kealimannya, kepiawaiannya, keenerjikannya, dan tentu kecerdasannya.
Namanya sudah dikenal luas, terutama di jajaran penjurian MTQ tingkat nasional. Sesuai dengan disiplin keilmuan yang ditekuni olehnya sejak dari kecil, mencintai Al-Quran. Kecintaan itu telah diwujudkannya ke dalam banyak hal, terutama pengabdiannya kepada Pondok Pesantren Madrasatul Quran Tebuireng. Seluruh waktu dan jiwanya tercurahkan di pondok pesantren yang dicintainya itu.
Jika mengajar, K.H. Ahmad Musta’in Syafi’ie jarang membuka buku atau kitab sebagai bentuk kematangannya dalam menguasai ilmunya. Balaghah, Nahwu, Sharaf, tafsir, tafsir ahkam, fiqh, ushul fiqh, tasawuf, dan semua dasar-dasar keilmuan begitu kokoh membangun orientasi pengajarannya.
Kalau berbicara lugas, tegas, tanpa tedeng aling-aling. Setiap mukhatab (orang kedua) yang mendengar atau membaca tulisannya akan langsung mengena, tepat sasaran. Tidak jarang, jika ada lawan bicara yang sok di hadapannya akan segera luluh dan tunduk. Atau, santri-santri yang “mbeling” akan menangis tersedu-sedu mendengar tutur kata dan nasehatnya yang menyentuh dan menggugah.
K.H. Ahmad Musta’in Syafi’ie dikenal sebagai kiai yang dekat dan dipercaya oleh keluarga “ndalem”, baik di Pondok Pesantren Madrasatul Quran maupun Pesantren Tebuireng. Ia selalu menjadi andalan. Jika saja zaman sekarang masih mengenal istilah “Hujjatul Islam”, maka ia layak untuk menyandangnya. Demikian, ia menjadi kepercayaan kiai-kiai besar (min jumlatil kabair) di Pesantren tebuireng seperti Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid), Pak Ud (KHM Yusuf Hasyim), KHM Yusuf Masyhar, K.H. Adlan Aly, K.H. Syansuri Badawi, terakhir Gus Sholah (K.H. Salahuddin “Wahid” Al-Ayyubi).
Sejak dahulu, ia penulis aktif di majalah Tebuireng. Sempat vakum beberapa waktu yang cukup lama karena majalah tersebut tidak terbit. Ketika Harian Bangsa, koran yang terbit di Jawa Timur, mulai menanjak, ia cukup intensif menuangkan gagasan-gagasannya untuk dikonsumsi secara lebih luas bersama K.H. Moh. Ishomuddin Hadziq, cucu Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari yang produktif menulis juga.
Selain itu, pidatonya yang sistematis, mudah dicerna, dan enak didengar akhirnya ditranskripsi ke dalam bentuk tulisan dan dibukukan menjadi Tafsir Aktual. Semua ceramahnya yang berbobot ilmiah cukup tinggi itu kemudian selalu didokumentasikan ke dalam bentuk rekaman suara dan audio visual di samping tetap ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan.
Gaya penyampaiannya yang ilmiah dengan referensi-referensi komparatif telah menjadikan bobot ceramah dan tulisannya begitu menjadi perhatian dan bahan penelitian. Tidak sedikit peneliti yang menjadikannya sebagai narasumber, baik primer maupun skunder.
K.H. Ahmad Musta’in Syafi’ie adalah salah satu figur kiai yang menguasai sejarah dengan baik. Ia rajin berolah raga untuk menjaga kebugaran dan kesehatannya. Jadi, wajar dalam usia yang kian bertambah, ia masih tampak enerjik dan terjaga kesehatannya. Karena keenerjikannya, maka tak jarang ia masih mampu menyetir mobilnya sendiri tanpa menyewa sopir pribadi atau mengoreksi tulisan-tulisannya sendiri sebelum dimuat di redaksi.