Di tengah gemuruh dan tekanan mental pendukung Inggris sebagai tuan rumah, timnas Italia akhirnya sukses meraih gelar Piala Eropa 2021. Hal tersebut dipastikan setelah Gli Azzurri mengalahkan Inggris 3-2 lewat adu penalti.
Final Piala Eropa 2021 telah mempertemukan Italia versus Inggris yang digelar di Wembley London Inggris, Senin (12/7/2021), dini hari WIB. Tampak Tim Tiga Singa mampu unggul cepat ketika laga baru berjalan dua menit.
Umpan silang Kieran Trippier dari sisi kanan menuju Luka Shaw yang tak terkawal di tiang jauh. Shaw mampu menyambar bola untuk memperdayai Gianluigi Donnarumma. Inggris unggul 1-0.
Tertinggal lebih dulu, Italia kemudian tampil menekan, memburu gol penyama kedudukan. Upaya mereka mencetak gol akhirnya membuahkan hasil pada menit ke-67. Leonardo Bonucci membobol gawang Jordan Pickford dengan memanfaatkan kemelut yang bermula dari sepak pojok.
Piala Eropa sudah usai. Bagi pendukung Italia, rasa bangga dan penuh sukacita boleh jadi masih memenuhi ruang batin mereka. Bahkan, hari-hari mendatang mungkin mereka masih akan berpesta. Sebaliknya, bagi para penggemar Inggris, rasa sedih, duka, kecewa, marah, dan nelangsa masih juga menyesakkan dada.
Tampaknya, sepakbola seperti cinta. Kadang menggembirakan, kadang mengecewakan. Karena cinta, orang rela qiyamullail-bangun malam, bukan untuk munajat kepada Sang Maha Cinta, tapi demi kesebelasan idola yang sedang berlaga. Karena cinta, dia rela begadang sampai pagi buta, tanpa rasa kantuk yang menerpa. Tapi, giliran untuk si Dia, Penguasa Semesta, dua rakaat saja, kadang rasanya malas dan berat serasa tak mampu menopang kepala dan raga (hehehe…pengalaman pribadi).
Sebagaimana cinta, sepakbola tidak mengenal perbedaan. Sepakbola bisa mempersatukan orang dari berbagai suku, agama, ras, dan golongan. Sepakbola pun juga bisa membuat seseorang lupa akan segalanya. Gembira, sedih, marah, dan kesal. Layaknya cinta, Sepakbola adalah sesuatu yang menyenangkan untuk diikuti. Kehadirannya terkadang membawa seribu satu macam kisah menarik yang mewarnai perjalanan hidup seseorang.
Sama seperti beragam cara memaknai cinta, sepakbola dapat dinikmati dengan beragam cara. Tidak semua penikmat sepakbola memiliki pemikiran sama. Tidak semua manajer atau pelatih memiliki taktik yang sama. Mendukung kesebelasan yang sama saja tidak menjamin dua orang memiliki pemikiran yang sama. Karena, sepakbola seperti cinta.
Sepakbola dan cinta mempunyai banyak persamaan. Cinta yang hakiki adalah cinta yang hanya memandang indah kepada yang dicintai. Cinta yang hakiki adalah mencintai tanpa alasan. Karena, cinta tidak membutuhkan alasan. Logika pasti kalah oleh kekuatan cinta.
Pernahkan kau bertanya kenapa seseorang masih saja mendukung kesebelasan yang ia cintai walau kesebelasan tersebut sering kalah atau bahkan tidak memenangi apapun. Untuk apa mereka masih memberi dukungan kepada kesebelasan yang hanya bisa memberi rasa pahit? Tentu, karena cinta mereka yang hakiki, cinta tanpa adanya alasan untuk mencintai. Aneh, tapi nyata.
Ada pepatah yang mengatakan: kita tidak bisa menentukan kepada siapa kita jatuh cinta. Dalam sepakbola pun sama; seorang pendukung tidak bisa menentukan hendak mendukung kesebelasan apa. Karena cinta dan sepakbola adalah sama: sama-sama berasal dari hati bukan karena paras cantik atau banyaknya trofi juara.
Karena itu, kepada para sahabatku pendukung Italia atau Inggris, bersikaplah yang biasa-biasa saja! Kalau kesebelasan idolamu juara, berbahagialah, tapi jangan jumawa! Jika jagoanmu kalah, jangan terlalu bersedih, marah, bahkan sampai membabi buta! Apalagi sampai kalap bagaikan serigala.
Empat belas abad yang lalu, Rasulullah saw dengan indah telah mengingatkan kita;
Ahbib habibaka haunan ma….
“Cintailah kekasihmu (secara) sedang-sedang saja, siapa tahu di suatu hari nanti dia akan menjadi musuhmu; dan bencilah oran….