Baik buruk sebuah pesantren akan ditentukan oleh masyarakatnya.
Bejaten-Net26.id Desa Bejaten masuk ke dalam wilayah Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang. Dulu, wilayah ini masuk ke dalam sebutan Salatiga Luar Kota, karena posisinya berada di utara Kota Salatiga.
Desa Bejaten dipisahkan dari Desa Kauman Lor oleh garis Kali Waru. Pada zaman dahulu, harus menempuh jalan curam dan berbatu untuk sampai ke Desa Bejaten. Bisa dibilang, Desa Bejaten jauh dari akses ke dunia luar.
Nama Bejaten biasa dinisbatkan kepada Mbah Jati, sosok pertama yang mbabat alas Desa Bejaten. Bisa pula, dinisbatkan kepada Sunan Gunungjati yang keluarga dan keturunannya banyak tersebar di Nusantara. Dan, secara sederhana, Bejaten berarti “bejane genten genten”. Kemenangan, kebahagiaan, dan kesuksesan dunia akhirat silih berganti (tiada putus-putusnya) dari generasi ke generasi.
Desa Bejaten terdiri dari lahan persawahan. Masyarakatnya bertani dari hasil sawah. Namun, sejak penanggulangan hama tikus sulit terkendali, kebanyakan penduduk desa pergi merantau dan tidak sedikit yang menjadi tenaga kerja di luar negeri.
Besar di Pesantren
KHM Abdul Halim bin KHM Abdillah lahir pada 1971 di Desa Bejaten. Perjalanan hidupnya dihabiskan di pesantren. Pertama, belajar kepada ayahnya sendiri sebagai Pengasuh Pesantren Bejaten. Kemudian, mesantren di Plosomojo di Kediri mendalami ilmu-ilmu alat dan fiqh. Di Plosomojo Kediri ini, KHM Abdul Halim dapat leluasa bergaul dengan puteri-puteri Pengasuh Pesantren Al Falah di samping tekun mengaji kepada para masyayikh seperti KH Zainuddin Djazuli, KH Hamim Tohari Djazuli, KH Nurul Huda Djazuli, dan lain-lain. Dan, terakhir, KHM Abdul Halim mengasah ilmu Al Qurannya kepada KH Munawir Munajat, Pengasuh Pondok Pesantren Nazzalal Furqon, Tingkir, yang tak lain adalah pamannya sendiri. KH Munajat (santri KHM Munawir Krapyak, Yogyakarta) adalah adik kandung dari Nyai Hj Umi Solihah, isteri KH Abdullah Umar.
Seusai belajar di Pesantren Tingkir, KHM Abdul Halim kembali pulang ke Desa Bejaten dan membuka majelis pengajian kitab kuning dan mengajar Al Quran mendampingi ayahnya. Perlahan, majelis pengajian itu menjadi ramai dan diikuti oleh jama’ah yang mulai menaruh kepercayaan kepadanya. Sikapnya yang mudah bergaul menambah kharismanya kian dipandang tidak dengan sebelah mata. KHM Abdul Halim dipandang mampu untuk meneruskan estafet perjuangan leluhur dengan meningkatkan ukhuwah, memelihara tradisi keluarga, serta memperbaiki manajemen Pesantren Bejaten. Dalam merawat tradisi ini, filosofi Jawa seperti “mikul duwur mendhem jero” adalah salah satu pandangan yang bisa dipegang bersama oleh sesama keluarga.
Bani KH Abdullah Umar
Desa Bejaten pertama dibuka dan diperintah oleh Raden Surawijaya yang mendapat bagian wilayah itu. Sebelum menjadi administrasi desa, wilayah kekuasaan Raden Surawijaya cukup luas dari Glawan, Bejaten, Giling, Padaan, hingga Kauman Lor.
Keinginan Raden Surawijaya sebagai keturunan dari KRT Nitinegoro (Raden Ahmad) Gogodalem untuk menjadikan Bejaten sebagai desa pesantren berhasil ketika ia menikahkan puteri ragilnya dengan KH Hasan Munawar yang berasal dari daerah Cerbonan, Banyubiru. Ditengara, dari garis KH Hasan Munawar ini silsilahnya bersambung hingga ke Sunan Gunungjati, Cirebon. Karena, memang banyak keturunan Sunan Gunungjati yang tersebar di Nusantara seperti Sultan Babullah Ternate dan Sayid Sulaiman di Mojoagung, Jombang.
Adapun Raden Surawijaya memiliki putera dan puteri diantaranya RHM Ibrahim, R.Ngt. Abdurrahman Kecandran, RHM Irsyad, RH Abdul Jalil, R.Ngt. Mur, dan R.Ngt. KH Hasan Munawar.
Sedangkan perkawinan puteri ragil Raden Surawijaya tersebut kemudian melahirkan KH Abdullah Umar bersaudara, yaitu R. Muryotaruno, R.Ngt Mukirah Suruh, R Sastroprayitno Kauman Lor, KH Abdullah Umar, R.Ngt (…) Lebak Bringin, R.H. Dahlan, R.Ngt. Mutmainah Kauman Lor, dan R.Ngt. Rusmi Giling.
Sementara KH Abdullah Umar sebagai putera keempat setelah menikah dengan Nyai Hj Umi Solihah binti KH Abdullah Bachri Pulutan bin KH Umar Zaid Grabag (Magelang) melahirkan keturunan keturunan Nyai Hj Fathimah, Ny Hj Naimah, KHA Zainal Abidin, KHM Zaenuddin, Nyai Hj Muslikhah, KHM Zuhdi Amin, KH Zaenal Muttaqien, KHM Mahfudz, KHM Abdillah, dan Ny Hj Romzatun.
Sebagai sebuah desa pesantren, KH Abdullah Umar, ahli Al Quran yang berguru kepada KH Ali Chafid Demak, telah memendam dirinya (dafn al wujud) dalam dalam dari bentuk bentuk ketenaran dunia agar kelak di kemudian hari akan tumbuh tunas tunas muda berkualitas dari generasi-generasi anak cucunya. Dan, salah satunya adalah KHM Abdul Halim yang kini bertindak selaku Pengasuh Pesantren Bejaten.