Perbedaan adalah rahmat. Sebuah redaksi kalimat bijak menyebut demikian. Namun, untuk mengartikan secara lebih membumi, butuh banyak alat dan analisis yang lebih panjang dan tepat. Karena, dalam beberapa hal, perbedaan jika tidak dicari benang merahnya, hanya melahirkan permusuhan dan perpecahan, bahkan kehancuran pada kedua belah pihak yang bertikai.
Pandemi ini telah banyak mengajarkan kepada saya banyak hal. Evaluasi diri. Bersyukur atas hal-hal kecil, remeh, dan sepele seperti bernafas, atau juga nikmatnya bersilaturahim dan berbuat baik kepada sesama.
Kemarin, saya mulai bertemu dengan beberapa teman. Karena, memang sudah dua minggu lebih sebelumnya, saya sekeluarga memutuskan untuk isolasi mandiri. Alhamdulillah, Allah masih berkenan memberi saya dan keluarga “kesempatan” melanjutkan nikmat sehat yang telah diberikan. Dalam pertemuan dengan beberapa teman tersebut, saya disapa dengan kata-kata begini, “Mosok hafal Quran sek gawe masker dobel?” Sebenarnya, mungkin ada niat bercanda di dalamnya, tapi saya menangkapnya dengan penuh tanya, bagaimana bisa kalimat seperti ini bisa meluncur darinya.
Pada hari yang lain, saya di telepon oleh tetangga saya. Dia ingin saya hadir pada waktu penyembelihan Qurban. Namun, dengan halus saya sampaikan, bahwa saya sekeluarga masih isoman. Namun ternyata, beliau balik menantang saya, “Saya tidak takut, ustadz, walau harus bertemu jenengan.”
Dua kisah tadi adalah miniatur kecil dari beberapa kenalan saya. Saya sendiri tidak tahu, motif apa di balik keduanya. Yang jelas, ketika Anda terpapar, maka akan ada banyak kisah di dalamnya. Antara lain, bagaimana Anda dan keluarga akan bertahan? Namun yang paling ingin saya tegaskan, ketika Anda sudah merasakan, maka mungkin Anda tidak akan pernah ingin mengulanginya lagi. Mirip-mirip dengan kewajiban khitan pada setiap laki-laki, kapok.
Daripada sibuk memikirkan PPKM yang terus berubah-ubah, ada baiknya (mereka yang faham dan telah mengalami), mulai berani mengedukasi, bahwa pandemi ini adalah ujian kita bersama. Kita diuji sejauhmana kita menyayangi sesama dengan peduli menjaga prokes ataupun sadar diri menjaga jarak ketika merasa ada gejala tidak enak pada badan. Tidak perlu banyak dalil untuk ditulis di sini, cukuplah dalil kemanusiaan yang menyatakan bahwa setiap manusia jika diberi kesempatan kedua untuk hidup, maka dia ingin hidup dengan lebih peduli, menyayangi, mengasihi, dan berbagi kepada sesama.
Hormatilah mereka yang tahu cara menghormati yang lain! Maka sebaliknya, hidup Anda otomatis juga akan lebih terhormat dan terlindungi.
Semoga sedikit tulisan saya ini bisa bermanfaat, khususnya bagi saya pribadi, dan teman-teman sekalian.
Salam seduluran, jaga kesehatan dan prokes selalu!