Tanah Palestina
Dari aspek historis, Tanah Palestina dikuasai oleh banyak kelompok suku-bangsa, mulai dari Akkadia (Asyur), Babilonia, Persia, Yunani, Romawi, Arab, Turki Seljuk, Bizantium, Mesir, sampai Kekaisaran Usmaniyah sesuai pada zamannya.
Kekaisaran Usmaniyah (Ottoman) menguasai sebagian besar wilayah Palestina kira-kira antara 1517-1917. Namun, ketika Kekaisaran Ottoman gagal memenangkan Perang Dunia I yang berakhir pada 1918, Palestina kemudian dikuasai oleh Inggris.
Liga Bangsa-Bangsa sebagai pemenang Perang Dunia I mengeluarkan wewenang kepada Inggris untuk mengatur secara administratif kawasan Palestina, termasuk pelaksanaan pendirian tanah air nasional yang melibatkan suku-bangsa Yahudi di Palestina pada 1923.
Sejarah Tanah Palestina menurut literatur susastra adalah salinan dari Tanah Kanaan yang dihadiahkan Allah Taala karena kepatuhan (kehanifan) Nabi Ibrahim As dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dari Allah Taala. Hanya karena kebandelan suku-bangsa Yahudi, kualitas ketakwaan dan keimanan mereka terus menurun. Sehingga melalui Nabi Samuel, Tanah Kanaan mengalami degradasi historis (break down) kepada suku-bangsa Palestina yang menggantikan posisi suku-bangsa Yahudi dalam penguasaan Tanah Kanaan. Tempat Kemah Suci yang didirikan oleh Nabi Musa As setelah berhasil membebaskan suku-bangsa Israel dari cengkeraman Mesir.
Nabi Samuil
Suku-bangsa Israel (anak turun Nabi Yakub As) telah berbilang-bilang kesukuan. Penguasaan Jalut (Goliath) atas Tanah Kanaan telah menimbulkan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Jalut adalah raja dari kalangan suku-bangsa Palestina yang datang dari wilayah Aegea, tempat suku-bangsa Kreta dan Sparta membangun peradaban.
Di dalam beberapa literatur, diantaranya kitab-kitab suci, Jalut dikisahkan kalah tanding melawan balatentara Thalut. Thalut yang tidak memiliki banyak kecakapan berperang mengutus Daud untuk melawan Jalut. Sebagaimana Daud As terlahir dari suku-bangsa Israel (suku-bangsa keturunan Nabi Yakub As). Di kemudian hari, Daud As naik tahta menggantikan Thalut. Dari Daud As, kerajaan Israel diwariskan kepada Nabi Sulaiman As.
Nama Samuil diambil dari kata samu (bisikan) il (Tuhan). Di dalam bahasa Ibrani, Samuil sering disebut Samuel.
Nabi Samuil diutus Allah kepada suku-bangsa Israel yang tidak memiliki kekuatan politis selama ratusan tahun, karena kedatangan suku-bangsa Palestina. Ia diangkat sebagai hakim (recommender) oleh suku-bangsa Israel untuk mencarikan seorang raja. Pertama, ia menunjuk Thalut sebagai raja, namun karena kurang cakap iapun mengangkat Nabi Daud As.
Kemajuan Susastra
Belai kasih sayang Allah Taala kepada suku-bangsa Israel tidak kurang-kurang. Mereka berulang kali mendapat kenikmatan, kemudian lalai kembali. Terutama, setelah ditinggal oleh nabi-nabi mereka.
Suku-bangsa Israel dikenal sebagai suku-bangsa yang dianugerahi kecerdasan, keras kepala, dan paling suka ngeyel. Mereka menguasai susastra tinggi. Maka, tak jarang, azab Allah datang secara langsung kepada mereka karena sering melakukan negosiasi kepadaNya.
Mereka juga yang melakukan fitnah terhadap Yesus sehingga Yesus pun harus menerima siksaan di tiang salib dari penguasa Romawi.
Pasang surut negosiasi yang sering dilakukan oleh suku-bangsa Israel kepada Allah menyebabkan mereka sering mengalami penderitaan-penderitaan dan kesengsaraan-kesengsaraan yang mereka perbuat sendiri.
Kisah-kisah demikian tersalin ke dalam bentuk susastra yang menerangkan kekecewaan, iri, dengki, dan hasut di antara mereka sehingga sering pula dimanfaatkan dan dijajah oleh suku-bangsa asing (anak turunan Kanaan bin Ham bin Nuh) seperti Akkadia, Persia, Ptolemy (Firaun) dari Mesir, Romawi, hingga sekarang.
Dari rangkaian kisah-kisah susastra tersebut, suku-bangsa Israel yang tercerai berai membangun narasi sendiri-sendiri. Mereka tidak pernah bersatu karena masing-masing memiliki pegangan kitab-kitab susastra (purana). Seperti suku-bangsa Indus (India), mereka memiliki banyak orang suci dan agung yang terceritakan ke dalam lembar-lembar susastra. Termanifestasi ke dalam wujud patung-patung yang menjadi sesembahan (berhala). Akal sehat mereka selalu tunduk kepada lembar-lembar susastra dan patung-patung yang bagi mereka menjadi suci.
Iman Tidak Menghalangi Hak Milik
Berbeda Islam, berbeda pula kalangan Yahudi. Islam adalah agama milik semua suku-bangsa di dunia bagi yang ingin jadi pemeluknya. Sementara Yahudi adalah agama milik keluarga dan anak keturunan secara genetik, meskipun dalam reformasi mereka membuka peluang suku-bangsa lain juga bisa menjadi Yahudi. Ini bisa menjadi catatan penting.
Oleh karena itu, suku-bangsa/agama Yahudi mengklaim Tanah Kanaan (Palestina) adalah milik mereka yang memiliki hak “previllage” yang diberikan Allah kepada umat Musa As (Israel) yang telah diselamatkan dari kejaran Ptolemy. Sebagaimana firman Allah Taala dalam surat Al Maidah ayat 21 berikut.
يٰقَوْمِ ادْخُلُوا الْاَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِيْ كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوْا عَلٰٓى اَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوْا خٰسِرِيْنَ
21. Wahai kaumku! Masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kamu menjadi orang yang rugi.
Perbedaan tafsir yang muncul belakangan dan memicu pertikaian dalam kepemilikan atas Tanah Kanaan tersebut adalah masalah keimanan. Sejarah Islam dengan demikian mempersepsikan sama dalam persepsi kaum Yahudi: agama identik pula dengan suku-bangsa. Tanah Kanaan diperuntukkan bagi kaum beriman, terutama Islam. Umat Islam mempersepsikan ayat Al Quran surat Yunus ayat 84 yang berbunyi:
وَقَالَ مُوسَىٰ يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ
“Dan Musa berkata, ‘Wahai kaumku! Apabila kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya, jika kamu benar-benar orang Muslim (berserah diri)’.”
Islam dipersepsikan oleh kalangan umat Islam dalam ayat tersebut sebagai identitas, bukan sebagai hubungan jual beli (muamalah) biasa. Dan, orang-orang suku-bangsa Yahudi yang beriman sesuai dengan persepsi iman mereka tidak bisa diterima karena tidak sesuai dengan imam dalam persepsi iman umat Islam.
Padahal, dalam konteks pengadilan yang dilakukan oleh Nabi Samuil antara suku-bangsa Palestina dan suku-bangsa Israel adalah Palestina dari Aegea (Yunani), bukan dari kalangan suku-bangsa Arab.