Karangsembung-Net26..id Dulu, Kiai Nur Rohmat terkenal digdaya pada era 1990an. Setiap warga masyarakat yang ingin mencari kelebihan-kelebihan akan disuruh menginap dan mesantren kepada Kiai Nur Rohmat. Setidaknya, untuk masyarakat kawasan Cirebon Timur. Pada masa ramainya kasus ninja di era Orde Baru, tidak sedikit santri dan masyarakat yang meminta rajah dan doa selamat kepada Kiai Nur Rohmat.
Dulu, santri-santri Kiai Nur Rohmat yang mukim terbilang banyak. Terdapat kurang lebih 120 kamar inap, beserta ruang aula dan musholla yang cukup luas untuk penggemblengan parasantri. Kamar-kamar itu tidak terlalu luas, cukup untuk melakukan kholwat dan mujahadah.
Namun, sejak tahun 2006, setelah Kiai Nur Rohmat wafat, pesantrennya juga surut. Tak ada lagi santri yang mesantren. Otomatis, selama delapan tahun, pesantren Salafiyyah Bahrul Ulum Nur Rohmat terbengkalai dan tak terurus. Karena, baik lembaga maupun garis keturunan keluarga, tidak ada yang mampu menjadi penerus. Berulang kali, istri Kiai Nur Rohmat menawarkan kepada segenap santri-santri alumni untuk melanjutkan perjuangan Kiai Nur Rohmat, namun tidak ada satupun yang menyanggupinya.
Sejak Pondok Pesantren Salafiyyah Bahrul Ulum Nur Rohmat menjadi sepi muncul kejadian-kejadian aneh yang sering menimpa masyarakat di sekitar pesantren, mulai dari mimpi-mimpi yang aneh sampai menjumpai hal-hal janggal. Maka, tidak heran, jika kemudian sebagian penduduk pindah lokasi dengan rela mengontrak rumah di luar Desa Karangmekar.
Kegelisahan terus menghantui istri Kiai Nur Rohmat. Ia terus berupaya mencari-cari sosok dan figur yang dapat menggantikan Kiai Nur Rohmat sebagai pemangku pesantren. Dan, usaha itupun berbuah baik manakala berjumpa dengan Abah Lukman Hakim, pengasuh pesantren tahfidh di lingkungan Pondok Pesantren Salafiyyah Babakan Ciwaringin. Kang Lukman, demikian panggilannya, lalu mengutus Buya Uki Marzuki untuk mencarikan figur yang cocok.
Perhatian Buya Uki Marzuki kemudian tertuju kepada salah satu santrinya yang baru saja menikah. Muhyidin Sofwan, santri yang telah menyelesaikan pendidikan pesantren, lulus S1 di STID Al Biruni Babakan Ciwaringin, dan lulus S2 di IAIN Syekh Nurjati.
Dengan bekal Bismillah, Muhyidin muda pada 2014 berangkat menunaikan titah gurunya. Selama setahun pertama, Muhyidin masih mendapat suplai logistik dari Buya Uki Marzuki. Dan, berkat ketekunannya menggembleng diri dan membina parasantri, Muhyidin sudah dapat mandiri. Kepercayaan masyarakat mulai tumbuh manakala pesantren perlahan mulai semarak penuh dengan kegiatan. Ia bergiat di kepengurusan NU di tingkat ranting dan majelis wakil cabang. Sekali lagi, berkat ketekunannya, ia kini telah menjadi Ketua Tanfidziyah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) di Kecamatan Karangsembung.
Cirebon, 12 Mei 2022.