Situasi sosial semestinya dianalisa melalui kacamata ilmu-ilmu sosial, bukan melalui doktrin-doktrin agama. Namun, masih sering terjadi di kalangan umat beragama melihat situasi sosial dari sudut-sudut agama.
Jarak pusat Hadarat Al Islam di Mekah dan Madinah yang jauh di kemudian hari telah melahirkan ulama-ulama yang memiliki orientasi sosial dan sejarah seperti Ibnu Khaldun (1332-1406 Masehi) dan Ibnu Batutah (1304-1369) di Maghrib dan Al Thabari (839-923 Masehi) di Masyriq Namun sekali lagi, kritik-kritik sosial dan sejarah sering pula dipandang dari sudut dogmatis agama sehingga ilmu-ilmu sosial sebagai kritik pun tidak dapat menyajikan fakta-fakta secara apa adanya. Justeru, ilmu-ilmu sosial direduksi untuk menjustifikasi dan memperkuat argumentasi-argumentasi yang bersifat dogmatis.
Terjadinya Reconquista (Perang Salib) lebih didorong oleh “sebuah kewajiban” yang dibangun dari aliran-aliran atau sekte-sekte dalam beragama sehingga memakan waktu yang cukup lama (781 tahun) dan bergelombang. Doktrin-doktrin radikal setelah memasuki ruang-ruang kekuasaan menjadi alasan penganut-penganut agama tertentu untuk bertindak melalui kekuasaan dan militer.
Covadunga
Reconquista telah menjadi ikon stigmatik tersendiri dalam sejarah hubungan antara kaum beragama Islam dan Kristen. Hal ini karena sering ditandai dengan sebutan perang antaragama. Baik kalangan muslimin maupun Kristen sama-sama meyakini ini. Padahal, sejarawan sosial melansir jika sebab musababnya berawal dari penarikan jizyah (pajak) yang tinggi. Dengan demikian, masih perlu dipertanyakan lagi, jika motif keyakinan pemeluk-pemeluk agama menjadi sebab musabab perpecahan yang berujung pada sebuah tragedi kemanusiaan.
Covadunga adalah wilayah pedesaan berhutan lebat ketika suku-bangsa Moor (Barber)-dinisbatkan kepada Dinasti Umaiyah yang beragama Islam-mendirikan kerajaan di Cordova. Daerah itu meliputi pegunungan di Asturias.
Covadonga menurut “Encyclopedia Britanica” merupakan desa di Asturias dan komunitas otonom di Barat Laut Spanyol. Terrletak di sebelah Timur kota Oviedo, di hulu lembah Sungai Sella, yang membentuk kumpulan tertinggi Pegunungan Cantabria. Desa Covadunga tercatat sebagai situs terkenal kekalahan suku-bangsa Moor antara 718–725 Masehi oleh Pelayo, raja beragama Kristen pertama Asturias.
Pertempuran secara sporadis menandai berlangsungnya perlawanan suku-bangsa Spanyol Kristen terhadap suku-bangsa Moor yang beragama Islam. Karakter legendaris dari penokohan cerita tersebut adalah Pelayo yang memainkan peran dan simbol utama perlawanan Kristen terhadap Islam dalam sejarah Spanyol pada Abad Pertengahan.
Membaca Pelayo sama seperti menonton film berseri Spartacus memberontak imperial Romawi dengan kekuatan militernya. Atau, setidaknya perlawanan Attila the Hun yang penuh dramatis.
Kini, desa kecil itu telah menjadi kuil nasional dan tempat ziarah. Cueva (gua) tempat Pelayo dan pengikutnya-konon tempat berlindung dari pertempuran-berisi makam raja dan istri, serta saudara perempuannya.
Di Tenggara desa, terdapat Taman Nasional Pegunungan Covadonga yang didirikan pada 1918. Area berhutan lebat seluas 65 mil persegi (169 km persegi).
Pelayo, seorang tuan tanah, diangkat sebagai raja Asturias sekitar tahun 718 Masehi. Ia memanfaatkan perasaan tidak enak rakyatnya terhadap suku-bangsa Moor dan menghasut pemberontakan, menolak untuk membayar jizyah.
Di Covadonga, dapat dilihat serangkaian pemberontakan yang dimulai pada 718 Masehi (berlangsung selama dua atau tiga tahun). Selama waktu itu, Pelayo berhasil menggagalkan upaya suku-bangsa Moor untuk menegaskan kembali kendali terhadap Asturias.
Dinasti Wattasiyun (1472-1554 Masehi)
Para penguasa Dinasti Al Wattasiyah ini memiliki darah keturunan suku-bangsa Barber Zaneta sama seperti Dinasti Al Mariniyah yang menganut paham Syiah. Kedua dinasti ini saling terkait dan saling mengisi.
Namun, karena penguasa terakhir Dinasti Al Mariniyun, Abu Muhammad Abd Al Haqq membantai banyak orang Wattasiyun pada 1459 Masehi, maka iapun turut terbunuh ketika meletus pemberontakan di Fez pada 1465 Masehi.
Abu Abd Allah Al Syekh Muhammad ibn Yahya Al Mahdi adalah penguasa Wattasiyun pertama, tetapi hanya menguasai wilayah Utara Maroko.
Dinasti Wattasiyun digantikan oleh Dinasti Saadi pada 1554 setelah kekalahan Wattasiyun dalam Pertempuran Tadla.
Dinasti Saadi berasal dari Tagmadert yang berkuasa di Selatan Maroko sejak 1511 Masehi.