Kemanakah mencari kebenaran? Umat Islam mempercayai pada kitab suci Al Quran. Sementara umat-umat agama lain juga mempercayai hal yang sama, kitab suci masing-masing. Namun, kitab-kitab suci penuh syarat dengan susastra dan sejarah yang berlaku abadi. Hal yang hampir sama dengan buku-buku susastra lainnya dalam mencari esensi kemanusiaan dan ketuhanan. Namun, di dalam mencari esensi tersebut, sejarah manusia yang penuh lumuran darah masih mengikuti dengan setia.
Konflik Kristen dan Yahudi
Kekaisaran Romawi (380/395-470 Masehi) telah tumbuh jauh sebelum kelahiran umat Kristiani. Sebelumnya, Romawi berbentuk kerajaan biasa (Romawi Kuno), kemudian berubah menjadi Republik Romawi, hingga pada masa Kekaisaran Romawi. Pada masa kekaisaran ini, umat Kristiani berkembang pesat.
Kekristenan berbeda dengan Yahudi. Sejarah Yahudi berangkat dari suku-bangsa yang menjelma menjadi agama. Sementara Kekristenan muncul dari gereja sebagai jawaban atas kematian Yesus setelah 40 hari yang dikenal dengan sebutan Pantekosta. Namun, kesamaan keduanya, sama-sama dibangun oleh susastra sehingga sering menuai konflik.
Pada awalnya, Kekristenan muncul di Levant (Palestina dan Israel sekarang) di bawah kuasa Republik Romawi. Dari Yerusalem, Kekristenan menyebar ke wilayah Timur Dekat seperti Syria, Asyur, lembah Mesopotamia, Fenisia, Asia Minor, Yordania, dan Mesir. 15 tahun kemudian, Kekristenan mulai memasuki Eropa Selatan, Afrika Utara, Asia Selatan, dan Eropa Timur. Dinasti Arsakid di Armenia menjadikan Kristen sebagai agama negara pada 301 Masehi, “Caucasian Iberia” (Republik Georgia) pada 319 Masehi, Kekaisaran Aksum di Etiopia pada 325 Masehi, serta baru kemudian Kekaisaran Romawi pada 380 Masehi.
Perang Salib Pertama
Yudea Samaria adalah wilayah kerajaan di masa Romawi Kuno yang sekarang dikenal dengan sebutan Tepi Barat. Wilayah ini lebih kecil daripada Tanah Kanaan yang dijanjikan. Yudea dinisbatkan kepada Kerajaan Yehuda antara 934 sampai 586 sebelum Masehi.
Diperkirakan pertumpahan darah antara suku-bangsa Yahudi dan umat Kristiani terjadi ketika muncul perlawanan kaum Yahudi terhadap Gessius Florus (wakil penguasa Roma di Levant) yang merampas benda-benda berharga dari Baitul Maqdis. Gessius Florus mengirim pasukan ke Yerusalem untuk menyalib dan membantai suku-bangsa Yahudi yang sudah memendam dendam.
Suku-bangsa/agama Yahudi memang tidak memiliki kerajaan sendiri di luar Tanah Levant sehingga kehidupan mereka tidak terstruktur dengan rapi dan tidak mendapat perhatian khusus. Roma juga mengakui Herodes Agung sebagai penguasa yang dibenci oleh masyarakat Yahudi. Penerus Herodes (72-1 sebelum Masehi), Arkhelaus (23 sebelum Masehi-18 Masehi), juga lebih keji melebihi ayahnya.
Dilihat dari silsilah keluarganya, Herodes terlahir dari suku-bangsa Edom dan ibu dari Nabatea, Arab-Yunani. Kendati demikian, Herodes menisbatkan dirinya sebagai orang suku-bangsa Yahudi yang berhubungan dekat dengan Romawi. Ia menerapkan hukum-hukum Yahudi pada masa kekuasaannya.
Hal yang perlu menjadi perhatian, negara-bangsa Romawi mulai berdaulat penuh ketika telah menjadi kekaisaran. Sebelumnya (kerajaan dan republik), Romawi masih dilanda perpecahan dan pemberontakan yang dilatarbelakangi oleh perbedaan suku-bangsa dan pajak yang tinggi.
Di samping itu, pengaruh agama dalam kekuasaan pada masa Romawi Kuno (kerajaan, republik, dan kekaisaran) tidak begitu tampak, karena mereka masih menganut agama lokal dengan menyembah leluhur mereka yang dijadikan dewa-dewa. Penyembahan terhadap dewa-dewa (orang yang didewakan) ini oleh penulis sejarah sering disebut sebagai penganut Pagan.
Penindasan Herodes terhadap Yesus dianggap sebagai mewakili Romawi, padahal Herodes sendiri mengaku penganut agama Yahudi. Artinya, tindakan yang dilakukan oleh Herodes sebenarnya tidak mewakili Romawi, melainkan demi kepentingan kekuasaan diri pribadinya.
Ketidaksukaan penduduk Levante kepada Arkhelaus telah menggiring mereka untuk meminta bantuan kepada Roma sehingga diangkatlah Pontius Pilatus, Feliks, Festus, dan Florus secara bergiliran.
Namun, meningkatnya pungutan pajak dari Roma justeru telah membuka front baru bagi kepala Baitul Maqdis untuk melakukan pemberontakan terhadap persembahan harian kepada Kaisar. Segenap suku-bangsa Yahudi melakukan pengusiran dan pembunuhan pasukan Romawi. Hal ini dipicu dari Yudea yang disusul kemudian oleh Galilea. Gaius Cestius Gallus (wafat 67 Masehi) memimpin 20.000 Legiun Romawi untuk menguasai Yerusalem dalam peperangan selama enam bulan. Namun, tidak berhasil. Ia mengorbankan 6.000 tentara yang tewas dan peralatan-peralatan perang.
Berikutnya, Kaisar Nero (37-68 Masehi) mengirim Vespasianus (9-79 Masehi) untuk kembali menguasai Yerusalem dari kekuasaan suku-bangsa Yahudi. Ia berhasil mengepung Yerusalem setelah merebut Galilea dan Idumea. Hanya saja, sebelum aksinya selesai, ia harus kembali ke Roma untuk menggantikan Kaisar Nero. Ia kemudian menunjuk anaknya, Titus (39-81 Masehi), untuk memimpin pasukan Legiun Romawi kembali menyerang Yerusalem.
Di bawah pimpinan Titus, Legiun Romawi berhasil merobohkan tembok Yerusalem dan membakar Baitul Maqdis karena marah kepada penduduk Yahudi yang masih melakukan perlawanan.
Dengan kekalahan ini, negara suku-bangsa Yahudi sudah tidak ada hingga terbentuk lagi pada 1948 Masehi setelah Perang Dunia II.