Penjelasan tentang “thariqah” agar lebih gampang dipahami adalah sebagai unsur “software”. Unsur dalam. Namun, pada implementasi “hardware” bisa berbeda-beda.
Thariqah sebagaimana “jalan sufi” seorang hamba yang ingin mendekatkan diri kepada Allah Taala (taqarrub illallah) dengan melintasi batas-batas taubat, syukur, sabar, cinta, dan ridla kepada Allah Taala
Multimakna pada kata Khalifah
Ada banyak pengertian tentang khalifah menurut kamus bahasa. Bukan saja secara politis yang sering diartikan sama dengan “pemimpin”. Dalam pengertian politis ini, Khalifah bisa disamaratakan dengan makna imam, amir, sultan, khan (khanate), dan lain-lain.
Secara eksplisit, Al Quran menyebut kata khalifah ketika hendak menurunkan Adam ke bumi (ardli). Sebagaimana firmanNya dalam surat Al Baqarah ayat 30;
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memujiMu dan menyucikan namaMu?” Allah berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Pengertian khalifah ini menjadi kontroversial belakangan ini, karena dipahami secara politis tersebut. Khalifah di sini sama artinya pemimpin politik.
Buya Syakur Yasin mengartikan kata khalifah sebagai “penerus”. Istilah tersebut digunakan oleh sahabat empat yang masyhur sebagai khalifah. Jadi, jika sahabat Sayidina Ali bin Abi Thalib dikatakan sebagai khalifah karena menduduki sebagai penerus Nabi Muhammad saw.
السيد علي بن أبي طالب هو خليف خليف خليف رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Sayid Ali bin Abi Thalib adalah penerus dari penerus dari penerus Rasulullah saw.
Demikian, Buya Syakur Yasin memaknai kata khalifah sebagai pemegang estafet Rasulullah saw yang belakangan dimaknai sebagai penerus jalan politik dan jalan keagamaan. Sehingga menimbulkan kontroversi.
Wakil Mursyid
Sebagai jalan, thariqah membentuk komunitas-komunitas dalam sebuah pengajian, ta’allum (menimba ilmu), dan berzikir. Dalam komunitas ini ajaran-ajaran Rasulullah saw disampaikan, baik secara tekstual kitab suci Al Quran dan hadis maupun kontekstual yang menghadirkan kisah-kisah (manaqib) teladan parapelaku thariqah sebelumnya. Dari sini, teladan demi teladan dapat digali dan diteruskan oleh tradisi.
Dari komunitas tersebut kemudian lahir kehidupan sistematis. Ada pemimpin dan wakil-wakilnya. Seorang guru thariqah yang biasa disebut mursyid akan dengan tekun membangun sistem komunitas. Mereka membangun sistem dan jadwal pengajian dan zikir secara teratur. Membangun sistem ekonomi mandiri. Seperti pesantren, jama’ah thariqah juga membangun koperasi dan perusahaan. Artinya, thariqah tidak semata menjalankan zikir dan ta’allum semata, melainkan pada aspek ekonomi yang berbasis komunitas atau jama’ah.

Hal ini tentu memerlukan perluasan kegiatan, karena jama’ah semakin banyak dan tumbuh di berbagai tempat. Maka, di setiap tempat yang jauh, diutuslah seorang khalifah (badal, asisten, atau wakil) untuk mewakili mursyid (guru thariqah). Sistem asistensi ini sering berlaku pada thariqah, meskipun setiap thariqah tidak seragam.
Pada dasarnya, penggunaan suatu istilah tidak bermasalah. Seseorang atau kelompok bisa menggunakan istilah sesuai kehendak mereka masing-masing. Tidak ada Undang Undang yang melarang untuk menggunakan sebutan, istilah, atau nama tertentu. Termasuk, kata khalifah. Hanya makna konotatif yang bisa membedakan nama tersebut menyalahi atau melanggar Undang Undang. Dalam pengertian, ada aksi-aksi yang dapat menyalahi Undang Undang.
Penggunaan kata khalifah dengan demikian di dalam istilah thariqah sama seperti kata ustadz, kiai, guru, siak, atau apapun yang mewakili seorang guru dalam menyampaikan ajaran-ajaran thariqah.