Manusia dalam bahasa Arab disebut insan. “Insan” kata benda (mashdar, red.), kata kerjanya “anas”. Ajektifnya, kalau maskulin “anis”, kalau feminin “anisah”. Asal arti dari kata insan adalah “humanity”, intim. Oleh karena itu, Tuhan menciptakan manusia lahir ke muka bumi ini sebelum memberi amanat agama, memberi amanat harta, jabatan, kedudukan, kekayaan, bahkan ilmu pengetahuan; amanat yang paling melekat dari lahir hingga kembali kepadaNya adalah amanah dalam bahasa Arabnya “insaniyah”, “humanity”. Artinya apa?
Memang amanat yang paling melekat amanah “humanity”, semua agama yang turun dari langit terutama, bahkan dari agama yang bukan dari samawi pun mengajarkan kemanusiaan, keharmonisan. Berupaya, berjuang, menata kehidupan yang harmonis. Percuma, agama tanpa mengajarkan insaniyah. Tidak ada artinya, kita hidup ini kalau tidak berupaya, berjuang, mewujudkan keharmonisan. Dengan atas nama agama apalagi dengan isu agama apapun, kalau tidak memperjuangkan keharmonisan tidak ada artinya hidup. Percuma saja kita hidup. Begitu pula agama, semua agama, mengaku beragama Islam, mengaku beragama Kristen, mengaku beragama Yahudi. Kalau tidak menuju tata kehidupan yang harmonis; itu pengakuan yang hanya omong kosong. Kalau hanya itu.
Oleh karena itu, dari sisi agama Islam, Islam itu sendiri dari kata “salam”, salom, selamat, atau “peace”, damai. Atau, dikata selamat, selamet, menyelamatkan bersama, keselamatan bersama. Itulah Islam. Bisa saya tunjukkan, Nabi Muhammad 15 abad yang lalu, berupaya membangun sebuah negara. Ketika berhasil membangun sebuah negara tidak berdiri pada posisi agama, bukan negara Islam. Bukan negara Islam yang dibangun oleh Nabi Muhammad ini. Dan, juga bukan negara Arab.
Dan, juga, tidak dibangun dari suku, etnik. Maka, disebut negaranya “Madinah”. Dari kata “tamaddun”, ini bahasa Arab, artinya “civilized” yang penduduknya diberlakukan sama. Hak sama, kewajiban sama, pelayanan sama, hak dan kewajiban sama, di mata hukum sama. Penduduknya waktu itu, ada muslim, ada nonmuslim, waktu itu hanya Yahudi dan Pagan. Nah, contoh, kalau Nabi khutbah Jumat sering, wa la ‘udwana ‘ala al-dholimin. Tidak boleh ada permusuhan kecuali pada yang melanggar hukum, kecuali yang melanggar hukum itulah musuh bersama. Selama tidak melanggar hukum, perbedaan agama, perbedaan suku, perbedaan klan, tidak boleh dijadikan alasan perpecahan atau permusuhan. Itu selalu dipesan oleh Nabi seperti itu. Suatu ketika, ketika ada seorang sahabat nabi bertegkar di pasar, entah kenapa, pertengkaran itu terjadi gelut, nempeleng Yahudi, tidak sengaja, mati. Ditempeleng mati, Yahudinya ini. Nabi marah besar, Beliau mengatakan “barangsiapa membunuh nonmuslim” akan berhadapan dengan saya. Barangsiapa berhadapan dengan saya tidak akan masuk sorga. Tidak akan mendapat rahmat Tuhan. Itu terkenal dalam tarikh, sejarah Islam. Oleh karena itu, kita bersyukur, bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki keaneragaman suku, agama. lebih dari 700 suku kita ini, Indonesia. Yang formal 6. Yang tidak formal masih banyak lagi. Agama yang lokal, barangkali ada 20, ada Gatoloco, Darmogandul, Sunda Wiwitan, Kaharingan, agama-agama lokal. Semua hidup di bangsa Indonesia ini menjadi satu bangsa, satu negara. Dengan ungkapan dalam NU namanya “Ukhuwah wathaniyah”, semua yang di Nusantara ini, Indonesia ini saudara. Tidak boleh dengan yang lain menganggap musuh atau apa, perbedaan modal untuk menyatukan kita bersama.
Maka, NU sendiri, saya berbicara atas nama NU, NU itu dilahirkan tahun 1926, tanggal 31 Januari yang pendirinya K.H. Hasyim Asy’ari, kakeknya Gus Dur, pendirinya. Prinsipnya apa? Prinsip Islamnya NU, Islam tawasuth, moderat, anti radikalisme, anti ekstrimisme, apalagi sampai teror. Jumud, eksklusif itu tidak boleh. Apalagi ekstrim, radikal. Dan, lagi “tasamuh”, bahasa Arabnya toleran. Percuma kita tidak berislam kalau tidak bertoleran. Percuma kalau kita berislam, kalau tidak toleran. Maka, prinsip kita yang NU, umat Islam yang mayoritas Islam ini harus melindungi yang minoritas. Bukan sebaliknya, yang mayoritas nakut-nakuti yang minoritas. Umat Islam yang mayoritas di Indonesia, NU yang mayoritas di Indonesia ini, harus memberi perlindungan pada saudara-saudara kita yang minoritas. Tidak ada mayoritas-minoritas. Semua saudara.
Kemudian, apa tujuan NU ini? Yang prinsipnya, ya. Bahasa Arabnya “tawasuth” dan “tasamuh”, moderat dan toleran. Tujuannya apa didirikan? Tujuannya 3, satu, bahasa Arabnya “ukhuwah Islamiyah”, memperkuat persaudaraan sesama umat Islam; memalukan, menjijikkan, mengerikan, sesama umat Islam sendiri bermusuhan, caci maki, hoax, adu domba, fitnah sesama Islam, tidak boleh itu, apapun alasannya. Yang kedua, “ukhuwah wathaniyah” persaudaraan sesama saudara sebangsa setanah air. Percuma kita satu bangsa satu negara, satu nasib lah, satu nusa satu bangsa, kalau masih ada rasa permusuhan. Yang ketiga, adalah puncaknya “ukhuwah insaniyah” persaudaraan antar umat manusia. Ini diputuskan pada tahun 1936 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Maka, NU memutuskan bahwa tahun 36 itu, negara kita ini bukan negara Islam. Darul Islam, bukan. Tapi, Darus Salam. Negara yang damai. Ini bahasa Arab. Kyai pakainya bahasa Arab. Darus Salam, negara yang damai yang menghimpun semua komponen yang ada. Jadi,
Oleh karena itu, amanat yang paling berat bagi kita, terutama saya yang ketua umum PBNU adalah membina, merawat, menjaga kerukunan warga sesama Islam di seluruh Indonesia dan seluruh kalangan di seluruh dunia.