Konsep asuransi mulai dikenalkan dari sistem ekonomi Barat untuk menciptakan “a welfare state”, negara kemakmuran, dalam menjamin semua sistem jaring pengaman sosial, selanjutnya ditulis JPS.
Namun anehnya, konsep asuransi tidak begitu populer bila dibandingkan dengan JPS lainnya di dalam Islam seperti zakat, Infaq, shodaqoh, wakaf, fai’ dan ghanimah. Baru pada zaman Orde Baru, konsep Islamisasi asuransi mulai dilakukan seperti dengan adanya “Takaful” melalui proses fiqhiyah. Pun, Islamisasi koperasi menjadi Baitul Mal wa Al Tamwil.
Kritik Terhadap Konsep Perekonomian Syariah
Pada masa Rasulullah Saw, Baitul Mal merupakan lembaga yang benar-benar melindungi atau mencadangkan dana-dana JPS seperti BAZNAS zaman sekarang, bukan sebuah lembaga bisnis koperasi dalam melakukan transaksi simpan pinjam.
Baitul mal yang diinginkan oleh prinsip-prinsip Islam pada dasarnya adalah masyarakat berdaya dan produktif, bukan masyarakat yang menumpukkan kekayaan. Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran surat Al Hasyr ayat 7;
مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ
Harta rampasan perang (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (berasal) dari penduduk beberapa negeri (karena sebab peperangan), adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah sangat keras hukuman-Nya.
Oleh karena itu, pemikiran selanjutnya mengasumsikan sebaiknya dana-dana JPS yang terhimpun tidak habis konsumsi dan diterjemahkan ke dalam bentuk pendistribusian ekonomi dengan melibatkan usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah,
Sementara untuk melindungi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat atau masyarakat adalah dana-dana JPS yang memang bebas dari kepentingan tertentu, termasuk negara, yang secara Nash telah disebutkan di dalam teks-teks keagamaan. Dana-dana JPS adalah dana-dana yang sebenarnya milik rakyat atau masyarakat. Maka, wajar, kalau kebijakan Presiden RI ke-4 adalah membubarkan Kementerian Sosial guna memberdayakan dan meningkatkan produktivitas ekonomi masyarakat mikro, kecil, dan menengah tersebut.
Dengan demikian, untuk hal-hal prinsip, konservatisme terkadang memang sering dilakukan di dalam keputusan dan tindakan kebijakan, bahkan harus. Contoh, untuk menyelamatkan sebuah perusahaan, sang pemimpin harus bertindak konservatif dengan cara menegakkan disiplin, meskipun dengan lebih tegas.
Kapitalisasi Sumberdaya JPS
Yang repot adalah menjadikan sumberdaya sumberdaya JPS masuk ke dalam bidikan-bidikan lembaga-lembaga kapitalistik. Konsep kemakmuran yang diterjemahkan ke dalam ekonomi syariah yang masih marak hingga sekarang bisa dipandang masih kurang tepat, karena masih mempertimbangkan aspek-aspek finansial. Kasarnya, bisa dibilang, telah terjadi Islamisasi kapital melalui sistem perbankan. Hal ini tidak akan berjalan efektif selama masih bergantung pada kemampuan kapital dan finansial.
Kapital yang dimaksud di sini dalam pengertian global, ada ketergantungan pada sistem matauang. Sementara matauang dalam peranannya sangat ideologis apabila terjadi inflasi dan seterusnya yang dapat mengancam sistem pertahanan JPS.
Masyarakat berdaya dalam konsep saling menerima (‘an taradlin) dalam fiqh Islam tidak bisa disamakan dengan konsep ekonomi syariah belakangan ini, terutama pada kapitalisasi dana-dana dan sumberdaya JPS. Dengan kata lain, ekonomi syariah adalah sistem bisnis dengan memakai tuntunan-tuntunan agama yang dipandang lebih adil dalam bertransaksi. Bukan masuk dalam kategori dana-dana dan sumberdaya JPS. Dana-dana dan sumberdaya JPS sebagaimana diamanatkan agama adalah berdiri sendiri dengan tujuan kemaslahatan.
KH Said Aqil Siroj mengingatkan sebuah hadis Rasulullah Saw, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Hadis tersebut menyatakan bahwa kaum muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Ketiganya tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خِرَاشِ بْنِ حَوْشَبٍ الشَّيْبَانِيُّ عَنْ الْعَوَّامِ بْنِ حَوْشَبٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ
Telah berkabar kepada kami Abdullah bin Sa’id yang memberitakan: Abdullah bin Khirasy bin Hausyab Al Syaibani dari Al Awwam bin Hausyab dari Mujahid dari Ibnu Abbas, berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput, dan api. Dan, nilai harganya adalah haram.” Ditambahkan oleh Abu Sa’id, “Yang dimaksud adalah air yang mengalir.”
Air, rumput, dan api tersebut dalam pengertian implementasi sumberdaya di Indonesia tentu tidak serta diterjemahkan secara “letterleijke”. Dalam makna yang lebih luas ketiganya dapat berarti sumberdaya alam (hutan) dan (energi) mineral yang menjadi kuasa rakyat yang dijalankan oleh fungsi-fungsi negara. Untuk mengeluarkan hasil-hasil produksinya diperlukan usaha, ongkos, atau biaya, sehingga diperlukan kerja-kerja pihak ketiga di dalam pelaksanaan yang adil.
Dengan demikian, ekonomi syariah adalah sebuah sistem bisnis (muamalah) yang bisa bertentangan atau sama dengan sistem-sistem bisnis yang lain dalami perbankan, jual beli, ekspor impor, atau investasi yang mendasarkan pada transaksi. Sementara sistem masih ada kelemahan dan kelebihannya. Sehingga untuk penegakan keadilan bagi rakyat atau masyarakat diperlukan pihak ketiga dalam pengelolaan sumber-sumberdaya alam dan mineral tersebut sebagai upaya JPS agar tidak masuk ke dalam kuasa individu atau golongan berbentuk monopoli dan konsumtif.
Cirebon, 11 April 2022