Ada ungkapan bahasa Jawa: “Sasi poso ora ngirit malah ngorot”. Sekilas ungkapan tersebut bertentangan dengan tujuan-tujuan berpuasa untuk menahan semua aktivitas kemewahan. Namun, tidak salah, jika memiliki keinginan dan tujuan yang mulia.
Tujuan mulia?
Ya, semua tergantung niat, bukan?
Berpuasa berarti “ngerekso” atau “al imsak”, menahan. Menahan dari gejolak hawa nafsu. Imam Al Ghazali memberi tiga tingkatan puasa, yaitu tingkatan awam, khusus, dan khusus dari yang khusus.
Namun demikian, terdapat perspektif lain yang bisa menjadi beragama dengan riang gembira. Sebagaimana keistimewaan bulan suci Ramadhan adalah totalitas.
Memang, tidak setiap orang mampu menyambut bulan suci Ramadhan dengan alasan sibuk dalam berbagai kegiatan, terutama mencari nafkah.
Pada dasarnya Islam adalah agama yang mudah. Beragama Islam berarti tidak untuk bersulit-sulit sebagaimana kaidah yang berbunyi: الدين ييسر. Agama itu mudah. Diantaranya dengan kewajiban-kewajiban ibadah masih terdapat “rukhshah”, keringanan. Rukhshah men-jamak-qashar (meringkas) sholat bagi orang yang berpergian (musafir). Rukhshah bagi orang yang sakit atau berhalangan dalam berpuasa.
Nah, lalu, apa kaitan boros dengan puasa?
Dari aspek totalitas, semestinya boros tidaknya bukan menjadi persoalan serius. Karena, Islam agama yang menggembirakan. Totalitas berpuasa bukan sekadar menahan lapar dan kemaksiatan, tapi total dalam semua aspek kegiatan. Asalkan diniatkan ibadah. Misal, dalam mencari nafkah.
Apabila mencari nafkah tidak diniatkan ibadah karena Allah, maka mencari nafkah hanya menjadi aktivitas biasa. Tidak bernilai ibadah. Padahal, sama-sama mengerahkan kesulitan dan mengucurkan keringat.
Imam Ahmad ibn Hanbal dalam kitab Musnadnya meriwayatkan, Rasulullah Saw bersabda: kedatangan bulan suci Ramadhan adalah kabar gembira. Dari Abu Hurairah Ra, “Rasulullah saw memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya ‘Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa. Di bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dibandingkan seribu bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”
Kabar gembira dari Rasulullah Saw di dalam menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan ini yang menjadi landasan; betapa bulan suci Ramadhan penuh dengan keberkahan, kebaikan, dan amal-amal dilipatgandakan.
Dan, tentu, ekspresi kegembiraan itu bermacam-macam ragamnya di setiap tempat, daerah, individu, dan masyarakat. Ekspresi-ekspresi tersebut sering diungkapkan melalui tradisi dan budaya seperti ziarah, nadran, bersih kampung, dan lain-lain.
Terakhir, umat Islam telah diberi hadiah kemudahan-kemudahan seperti sholat lima waktu yang dikurangi jumlahnya dari 50 rekaat sehari semalam. Begitu pula, aspek zakat dan shodaqoh yang lebih ringan daripada kewajiban-kewajiban yang sama (dalam mengeluarkan harta) dari agama-agama lain. Persentasenya lebih ringan dari agama-agama lain.
Oleh karena itu, untuk melengkapi keringanan-keringanan tersebut agar memiliki nilai semangat yang sama, maka dilengkapi dengan kegembiraan-kegembiraan melimpahkan rezeki bagi keluarga dan masyarakat lingkungannya bagi yang mampu. Tradisi buka bersama dengan mengundang kerabat-kerabat adalah contoh yang dianjurkan.
Cirebon, 12 April 2022.