Jalan padat di pemukiman seputar Siwalanpanji, Sidoarjo Utara, itu seperti ia menyembunyikan banyak hal. Keputusan itu adalah jalan yang belum terakhir. Ia masih mampu mengendapkan seluruhnya dalam-dalam. Kendati musim kian berganti “rendeng dan ketiga”. Ia tak menyangka dan benar-benar menyangka akan tiba musim tanpa prediksi, pancaroba.
Pagi Cerah
Si Ndembleg masih menikmati suasana pagi, setelah subuhan dibukanya jendela kamar agar udara segar memenuhi ruangan yang rasanya mulai pengap. Sinar mentari yang mulai menampakkan mukanya seolah-olah memberi harapan baru. Tak ada sebersit pun keinginan melayang di benaknya, yang terpenting hanyalah saat itu ia masih bisa bernapas dengan lapang. Ya, begitu gambaran kesederhanaan dalam dirinya.
Pagi ini, memang beda. Apakah karena malam, cuaca begitu ekstrim menerpa tubuhnya hingga lunglai tanpa gairah.
Biasanya malam, menyediakan waktu baginya untuk sekadar meliuk-liuk, pemanasan agar tubuh tak kaku bergerak saat seperberapa detik ia merebahkan tubuhnya ke matras kamarnya. Namun, apa daya kegairahan itu menyusut surut.
Benar, suasana indah ini membuka lembaran indah seindah lukisan pagi yang memberi warna kemilaunya.
Si Ndembleg tertegun sesaat sembari bergumam, “Semoga esok memberi warna dan harapan yang lebih menggelora.”
25 Februari 2022.
Dan, ia menggumam kala malam telah larut. Ia berdiri menanti pancaroba yang telah tiba. Gejolak itu seperti genggaman bara yang tak pernah akan padam.
Angin dan ombak selaras, mengirama lagu-lagu dalam gemuruh pantai. Tepian itu kini telah jadi tempat terindah di mana sedetik yang lalu kau dengan sabar masih juga menunggu. Adakah secangkir kopi yang menemanimu memandang lautan.
Garis batas yang membentang di hamparan biru air adalah fatamorgana yang mungkin akan kau terjemahkan dalam kata-kata.
Kata-kata itu terangkai menjadi sajak-sajak romantis. Di setiap barisnya tersimpan senyuman yang entah dengan sengaja atau tidak kau lekatkan menjadi stanza cinta. Sebegitu dalamkah rasa itu?
Langit nampak begitu cerah aku coba membaca kata-kata yang jatuh-terbawa ombak menuju hamparan luas.
Asik….
14 Februari 2022
Sejenak aku mendengar suaramu lalu kuambil gitar dan memainkan. “Genjrengan” yang kumainkan hanya sebatas energi untuk memberi kehangatan di dinginnya malam. “Lagu apa sekiranya yang cocok untuk melengkapi musikalitas kali ini ya,” gumamku.
Tembang kenangankah atau lagu balada?
Ah, musim belum mulai berganti sementara kenangan itu sudah mulai usang, tidakkah ada lagu baru yang memberimu kegairahan.
“Merenungkanmu kini mengugah haruku, berbagai kenangan berganti masa yang telah lalu….” Semoga cocok lagu ini…
“Ya, semoga,” sahutmu.
27 Februari 2022.
Merendap di keharuan antara gelora yang membara dan badai yang tak henti memberikan isyarat dan halusinasi.