• Terbaru
  • Populer

Ludruk: Jenis Seni Drama Jawa Timuran

18 Agustus 2022

Redefinisi Pesantren sebagai Subkultur

21 Agustus 2023
Tabir Misteri Peringatan Kemerdekaan Indonesia

Tabir Misteri Peringatan Kemerdekaan Indonesia

17 Agustus 2023

Bagaimana Tirakat di Musim Sulit

15 Agustus 2023

Antara Kepintaran dan Adab dalam Sistem Pendidikan

12 Agustus 2023

Lompatan Besar Mendalami Tafsir Al Quran

5 Agustus 2023

Pondok Pesantren Darul Ulum Sembada Beras 

2 Agustus 2023

Prasasti Cunggrang, Penanda Lahirnya Kabupaten Pasuruan

1 Agustus 2023

Gerai dan Pesona Kopi Abah

1 Agustus 2023

Taman Pendidikan Al Quran Ahmad Baidlowi

1 Agustus 2023

Pada Siklus Pemberdayaan yang Semestinya

31 Juli 2023

Namun Sayangnya, Budaya Bukan Sebatas Pakaian Tradisional

31 Juli 2023

Kebahagiaan Harus Berjalan Wajar

30 Juli 2023
  • Susunan Redaksi
  • Mengenai Net26.id
  • Pedoman Siber
  • Privacy Policy
Kamis, 21 September 2023
No Result
View All Result
Net26.id
  • Login
  • Register
  • Nasional
  • Daerah
  • Artikel
    • Agama
    • Budaya dan Agama
    • Ekonomi
    • Industri dan Perdagangan
    • Pendidikan dan Wisata
    • Politik dan Hukum
    • Sejarah dan Sastra
    • Sosial dan Olahraga
    • Teknologi dan Lingkungan
    • UMKM
    • Wisata
  • Khusus
    • Berita Khusus
    • Tafsir Genre Buya Syakur
  • Redaksi
    • Penulis
    • Tim Editor
  • Reporter
    • Wartawan
    • Tim Editor
  • Responden
    • Tim Editor
  • Kami
    • Mengenai Net26.id
    • Susunan Redaksi
  • Nasional
  • Daerah
  • Artikel
    • Agama
    • Budaya dan Agama
    • Ekonomi
    • Industri dan Perdagangan
    • Pendidikan dan Wisata
    • Politik dan Hukum
    • Sejarah dan Sastra
    • Sosial dan Olahraga
    • Teknologi dan Lingkungan
    • UMKM
    • Wisata
  • Khusus
    • Berita Khusus
    • Tafsir Genre Buya Syakur
  • Redaksi
    • Penulis
    • Tim Editor
  • Reporter
    • Wartawan
    • Tim Editor
  • Responden
    • Tim Editor
  • Kami
    • Mengenai Net26.id
    • Susunan Redaksi
No Result
View All Result
Net26.id
Beranda Sejarah dan Sastra

Ludruk: Jenis Seni Drama Jawa Timuran

Lahir dari Budaya hingga Polarisasi

Net26 Ditulis oleh Net26
18 Agustus 2022
dalam Sejarah dan Sastra
A A
223
VIEWS

Ada yang bertanya, “Sejak kapankah kesenian ludruk mulai dikenal di Jawa Timur?” Tentu, sebagai salah satu corak kesenian, ludruk mulai dikenal sejak orang Jawa Timur mengenal kesenian darma.

Mengidentifikasi latar belakang kemunculan kesenian drama di Jawa Timur memang tidak mudah, karena harus menelusuri jejak pertama kesejarahan manusianya. Pada masa raja raja, mulai dari Kanjuruhan, Singasari, Kediri, hingga Majapahit, manusia Jawa Timur sudah mengenal kesenian drama sebagai bagian dari hidup mereka untuk menghibur diri. Hal ini terlihat dari relief relief yang terpahat di dinding dinding candi, kesenian topeng, dan kesenian yang dipanggungkan.

ArtikelLainnya

Ketika Perlu Membaca Novel Tanpa Pengantar

21 November 2022
235

Masa Kegelapan Datang Diganti dengan Perang

15 November 2022
210

Sastra dan Pusat Peradaban di Nusantara

5 November 2022
213

Membaca Serat Gatoloco Secara Lebih Obyektif

23 Oktober 2022
251

Namun demikian, ludruk terlahir dari budaya urban. Artinya, setelah terjadinya percampuran antarsuku-bangsa karena faktor faktor politik, perdagangan, dan batas wilayah. Bahkan, di satu sisi, juga melibatkan budaya suku-bangsa asing seperti Belanda, China, dan Arab. Maka, tidak heran, jika kemudian ludruk dapat menampilkan gaya bahasa yang terbuka. Tidak hanya sebatas pada bahasa Arek.

Arek

Kata “Arek” digunakan dalam bahasa sehari hari untuk sebutan bagi kalangan muda seperti “Arek iki”, anak ini. Namun, sering disebut salah sebagai kalangan yang suka berkelahi yang diidentikkan dengan kata “Carok” atau “Arok”. Meskipun, dengan motif motif yang berbeda seperti dalam mempertahankan hargadiri. Seperti ungkapan orang orang suku-bangsa Madura dalam mempertahankan hargadiri; “Lebih baik putih tulang daripada putih mata”. Artinya, lebih baik mati daripada harus menanggung malu.

Kata “Arek” pada kasus berbeda memiliki arti “saudara”. Seperti ungkapan, “Ana ta sira ari ika Kadiri?” Apakah Anda saudara dari Kediri?”

Belum diketahui, apakah kata “Arek” ini merepresentasikan sistem yang berlaku di kerajaan pada masa lalu atau telah menjadi bahasa popular? Begitu pula, apakah sistem kasta juga berlaku pada kebudayaan kerajaan kerajaan di Jawa Timur? Jika sistem kasta itu berlaku, maka ungkapan kata “Arek” dapat digambarkan sebagai representasi budaya popular yang berlaku di luar istana. Corak budaya Hindu(stan) menurut salah satu pendapat bukan seperti corak agama agama dari Timur Tengah yang mengedepankan formalitas prasyarat adanya Tuhan (melalui sesembahan/ibadah), kitab suci, dan nabi atau utusan. Sebab, bagi penganut Buddha sendiri, Buddha adalah bukan sebuah agama, melainkan ajaran tentang moral atau “dharma”. Orang orang Bali juga menyebut ajaran mereka sebagai “Dharma” atau dikenal setelah Orde Baru sebagai “Hindu Dharma”. Pada masa Orde Baru tersebut, semua agama kemudian diformalkan dengan syarat dan prasyarat yang diajukan oleh Kemneterian Agama.

Arek dalam konotasi masyarakat terbuka selayak masyarakat populer dengan kehidupan yang bebas tanpa ada aturan yang ketat dari pihak pihak kerajaan atau pemerintah setempat. Merela memiliki aturan tersendiri sebagaimana kemudian muncul satu aliran “Bhirawa” yang membolehkan ritus rirtus di luar ritus kepercayaan dharma. Kerumitan semacam ini yang terlepas dari perhatian sejarawan, seolah kepercayaan Hindu(stan) berbeda dengan ajaran Buddha. Padahal, Buddha di India merupakan ajaran yang bersifat revolusioner pada ritual ritual yang “sulit” selayaknya Syiwa, Wisnu, atau Brahma.

Dengan demikian, budaya “Arek” bisa dikatakan populer manakala dilepas dari struktur yang berlaku dalam system kerajaan. Namun, perlu penelitian lebih detil, apakah memang demikian atau justeru system kerajaan di Jawa Timu r malah tidak mengenal kasta?

Fase Fase Ludrukan

Dilihat dari perkembangannya, seni drama Ludrukan memiliki dasar dasar yang terbuka dan cair. Seni drama ini-karena mengandung alur-bisa dilakukan di setiap tempat sehingga untuk kehidupan sehari hari hamper tidak bisa dibedakan antara hidup yang sebenarnya dan hasil rekayasa dari sebuah narasi. Spontan! Ludruk dapat dilakukan setiap saat dan menjadi gaya hidup seadanya. Meskipun, setidaknya, untuk perlengkapan-agar terkesan serius-diperlukan aksesoris aksesoris selayaknya pentas drama. Karena sifatnya yang terbuka dan cair, ludruk terus mengalami evolusi dengan budaya budaya baru yang datang. Oleh karena itu, ludruk mengalami proses dalam beberapa fase diantaranya:

Fase Kelahiran, Cak Santik. Meskipun ludruk tidak dapat diidentivikasi waktu kelahirannya karena menjadi budaya sehari hari, namun parapenulis sejarah ludruk sering mengaitkan dengan seorang tokoh yang bernama Pak Santik. Diawali kisah oleh Pak Santik yang ingin menghibur anaknya seorang diri sehingga ia mengenakan pakaian laksana badut wanita. Tindakan Pak Santik ini menjadi inspirasi untuk mencari uang dengan berkliling dari kampung ke kampung guna menghibur warga.

Fase Stambul, kalangan kiai. Dengan banyaknya kaum santri yang belajar di Mekah, ada di antara mereka yang mengenal gaya hidup orang berpakaian Arab atau Turki. Unsur unsur pakaian ini kemudian menginspirasi lahirnya cerita parasahabat Nabi Muhammad saw. Dan, ludruk tidak lagi disajikan dengan apa adanya (blakasutha). Narasi narasi mulai terbentuk dan pada saat yang sama muncul lakon Besut dan Rukmini. Ludruk mulai ditampilkan di atas atas panggung resmi, meskipun tidak sedikit parakiai yang menolaknya.

Fase Tonil, Belanda. Terbentuknya Negara Hindia Belanda beserta pendirian pabrik pabrik dan perkebunan perkebunan di Jawa Timur telah memberi inspirasi untuk menjadikan ludruk sebagai tontonan bagi kalangan elit Belanda. Dan, tidak sedikit pekerja pekerja pabrik kemudian “nanggap” ludruk di sekitar pabrik gula. Pada fase ini, parakiai yang semula tidak setuju dengan kesenian drama ludruk mengambil sikap kian menjauh dan berjarak. Ludruk kemudian mulai terpolarisasi secara budaya, terutama di kalangan elit Belanda yang tertutup.

Fase Sandiwara, Jepang dan awal kemerdekaan. Kalangan seniman memanfaatkan seni drama ludruk sebagai sarana bersandiwara. Istilah “sandiwara” muncul sebagai alat untuk menyampaikan pesan pesan dengan kata kata sindiran. Kata “sandi” dan “wara wara” (penyampaian pesan) menjadi alat untuk mengritik pihak Jepang sebagaimana kemudian muncul sanepa Cak Durasim yang terkenal: “Pagupon omahe doro, melu Nipon tambah soro”. Sanepan atau sindiran halus tersebut memberi pesan pesan kritik social terhadap pemerintahan Jepang yang berkuasa pada saat itu.

Fase Pasca-Revolusi. Meskipun, pada masa Revolusi, ludruk dapat digunakan sebagai sarana menyampaikan pesan pesan rahasia, namun pada masa awal kemerdekaan yang penuh gejolak, ludruk menjadi identitas kelompok. Terutama, Ketika partai partai politik memiliki “underbow underbow” yang mendaku ludruk sebagai identitas politik. Ludruk tidak lagi bebas kepentingan, melainkan sebagai alat propaganda propaganda politik. Pelaku pelaku ludruk tidak sedikit yang diidentikkan dengan pengikut Partai Komunis Indonesia. Mereka dicap kaum abangan yang jauh dari kehidupan kaum santri yang taat menjalankan agama. Hal ini pula menjadi bahan legitimasi Cliffort Geerz untuk memecah hubungan secara trikotomi antara kalangan ningrat (priyayi), santri, dan abangan.

Tag/kata kunci: Cak DurasimHindia BelandaJepangludrukNiponPartai politik
Artikel sebelumnya

Guru yang Tak Lagi Mencerdaskan Muridnya?

Artikel berikutnya

Buruh Jombang Usul Libur Nasional Di Hari Berdirinya NKRI 18 Agustus

Net26

Net26

Artikel Lainnya

Ketika Ritual Seks Dilakukan di Kuburan

23 Oktober 2022
259

Hubungan Seks adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dalam prokreasi selain makan, merasa, dan berpikir. Namun, jarang menjadi perhatian sosial, bahkan...

Selanjutnya

Historiografi Nir-Sistematika Tasawuf

18 Oktober 2022
206

Kalangan sejarawan Indonesia sering mengambil data data faktual dalam menyajikan narasi sejarahnya. Dengan kata lain, tidak ada sejarah tanpa disertai bukti...

Selanjutnya

Kanjuruhan dan Raja Raja Jawa (I)

4 Oktober 2022
232

Kerajaan Kanjuruhan dan Raja Raja Jawa memiliki sejarah yang unik. Dari satu sisi, Kanjuruhan dan Raja Raja Jawa terpisah secara genetik,...

Selanjutnya

Cara Pesantren Memakmurkan Diri

14 September 2022
219

Sejarah pesantren di Indonesia sama tuanya sejarah desa. Secara eksplisit, kehidupan di desa sudah tergambar dari naskah tua, Negarakertagama, karangan Mpu...

Selanjutnya

Menyingkap Kewalian Nabi Khidir as (Bagian Dua)

4 September 2022
275

Kasus pelanggaran HAM sangat sering terjadi, sehingga memelihara jiwa (hifdh al nafs) di dalam Islam menjadi salah satu tujuan Syariah (Maqashid...

Selanjutnya

Menyingkap Kewalian Nabi Khidir as (Bagian Satu)

3 September 2022
287

Dengan tanpa mengurangi rasa hormat kepada nabi nabi dan rasul rasul Allah yang lain, kedekatan Nabi Khidir as dengan parawaliyullah banyak...

Selanjutnya

Ketika Kau Sok Kenal dan Sok Dekat kepada Allah

2 September 2022
332

Dalam sebuah mimpinya, seorang waliyullah bernama Al Nafari mendapat Firman dari Allah: وعزتى وجلالى، ما أنا عين ما عرفه وأما أنا...

Selanjutnya

Catatan Ulang: Perihal Ketoprak Rainha De Japora

2 September 2022
233

Ketoprak adalah jenis seni-drama yang hidup di wilayah Mataraman, selain Ludruk yang berkembang di wilayah Jawa Timur (Jombang sampai Surabaya). Yang...

Selanjutnya
Artikel berikutnya

Buruh Jombang Usul Libur Nasional Di Hari Berdirinya NKRI 18 Agustus

Dia dan Sisa Sisa Senyuman

Berlangganan
Connect with
Login
I allow to create an account
When you login first time using a Social Login button, we collect your account public profile information shared by Social Login provider, based on your privacy settings. We also get your email address to automatically create an account for you in our website. Once your account is created, you'll be logged-in to this account.
DisagreeAgree
Notifikasi dari
guest
Connect with
I allow to create an account
When you login first time using a Social Login button, we collect your account public profile information shared by Social Login provider, based on your privacy settings. We also get your email address to automatically create an account for you in our website. Once your account is created, you'll be logged-in to this account.
DisagreeAgree
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Net26.id

Kabar-kabar dari dan untuk anak negeri yang merasa menjadi anak Ibu Pertiwi. Kisah-kisah ringan bermutu dan artikel-artikel sarat manfaat.

No Result
View All Result

Pengunjung

  • 57,784

Link Situs

  • Ini Kami
  • Susunan Redaksi
  • Reporter
  • Lembar Penulis
  • Mengenai Net26.id
  • Pedoman Siber
  • Privacy Policy
  • Facebook
  • Email
  • id ID
    • id ID
    • en EN

Copyright © 2022 Net26.id - Kabar Berita Anak Negeri

  • Login
  • Sign Up
No Result
View All Result
  • Nasional
  • Daerah
  • Artikel
    • Agama
    • Budaya dan Agama
    • Ekonomi
    • Industri dan Perdagangan
    • Pendidikan dan Wisata
    • Politik dan Hukum
    • Sejarah dan Sastra
    • Sosial dan Olahraga
    • Teknologi dan Lingkungan
    • UMKM
    • Wisata
  • Khusus
    • Berita Khusus
    • Tafsir Genre Buya Syakur
  • Redaksi
    • Penulis
    • Tim Editor
  • Reporter
    • Wartawan
    • Tim Editor
  • Responden
    • Tim Editor
  • Kami
    • Mengenai Net26.id
    • Susunan Redaksi

Copyright © 2022 Net26.id - Kabar Berita Anak Negeri

Sugeng rawuh 🙏😊

Masukkan username dan password

Lupa password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Kembalikan Password

Masukkan username atau alamat email untuk mereset password.

Log In
wpDiscuz
0
0
Yuk diskusikan artikel ini!x
()
x
| Reply