Judul buku : Utang Republik pada Islam : Perjuangan Para Tokoh Islam dalam Menjaga NKRI
Penulis : Lukman Hakiem
Penerbit : Pustaka Al-Kautsar
ISBN : 9789795929581
Cover : Soft Cover
Halaman : 396 Halaman
Berat : 400 gr
Ukuran : 15,5 x 24 cm
Judul buku ini sangat menarik untuk dibahas dalam membangkitkan sentimen emosional setiap umat Islam, karena Islam disajikan lebih bersifat doktrin daripada representasi dari sebuah agama. Dengan catatan, tentu tulisan buku ini tidak mendalam, karena hanya menyangkut pada permukaan saja.
Memang, tidak dapat dipungkiri: peran umat Islam sangat besar dalam kancah merebut Kemerdekaan Republik Indonesia, karena memang penduduknya mayoritas. Bahkan, Prof. Dr. Aloysius Sartono Kartodirdjo, sejarawan yang mempelopori penulisan sejarah dari “sudut pandang orang Indonesia”, mengungkapkan perlawanan petani (ulama) Banten adalah sebuah gerakan “Mesiah”, Juru Selamat, atau dalam langgam Jawa disebut Ratu Adil. Dengan kata lain, menurut Sartono, pendekatan penulisan sejarah Indonesia jangan melulu dari sudut ilmu sejarah semata, melainkan juga perlu memanfaatkan bantuan ilmu-ilmu lain seperti antropologi dan sosiologi. Sehingga tidak terpesona pada pada aneka ragam kisah raja-raja atau orang-orang besar, karena rakyat, petani, “kiai ndeso”, dan wong cilik juga memiliki peran yang besar dalam membentuk Sejarah Indonesia.
Kata Islam pada judul buku ini belum bisa dikatakan sebagai representasi dari sebuah agama, tapi lebih berpihak pada ideologi Islam sebagaimana Sosialisme Islam yang menjadi pijakan dasar Haji Omar Said Tjokroaminoto. Sosialisme Islam Tjokroaminoto akan sangat berbeda dengan cara pandang kebangsaan (nasionalisme) KHM Hasyim Asy’ari. Meskipun dasar-dasar keislaman KHM Hasyim Asy’ari tidak bisa diragukan lagi sebagai ulama besar, sekaligus pimpinan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) dan Rois Akbar Masyumi. Sebagaimana MIAI dan Masyumi adalah organisasi federasi ormas-ormas Islam di Hindia Belanda atau kemudian disebut Indonesia.
Dasar dan latar belakang HOS Tjokroaminoto dan KHM Hasyim Asy’ari akan menjadi corak berbeda di dalam sikap mereka ketika menghadapi Belanda dan sekutunya. Di satu sisi, HOS Tjokroaminoto meniupkan semangat aksi mogok massal (stagen) bagi pegawai kereta api dan para buruh, sementara KHM Hasyim Asy’ari menolak atas aksi tersebut karena dipandang tidak maslahah. Hal ini dapat pula dibaca dari kitab Risalah Kaff Al-‘Awwam ‘An Al-Khaudh Fi Syirkah Al Islam (Risalah Pencegah Orang Awam Masuk Organisasi Sarekat Islam) yang ditulis oleh KHM Hasyim Asy’ari. KHM Hasyim Asy’ari tentu dengan tegas menolak Islam ideologi hanya dimanfaatkan sebagai alat politik yang hingga kini masih terus berlangsung sehingga bukan hanya akan memicu sentimen negatif emosional umat Islam semata, melainkan pula sesama umat Islam sendiri akan mempertajam friksi mereka karena berbeda paham.
Buku “Hutang Republik pada Islam” ini jelas menyorot sejarah dari aspek doktrin-doktrin agama yang menempatkan Islam sebagai ideologi. Sehingga penulisannya pun berdampak pada bias-bias Islam yang dipukul rata. Wacana-wacana Khilafah Islamiyah atau Khilafah Muslimin akan menyertai agenda-agenda penting di belakangnya dengan mengemas nama-nama besar tokoh sejarah seperti Haji Omar Said Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahid Hasyim, Mohammad Natsir, Abdul Kahar Mudzakkir, Ki Bagus Hadikusumo, Mohammad Roem, dan lain-lain.
Penyertaan Islam sebagai ideologi ini jelas diungkapkan untuk doktrin-doktrin yang didasarkan pada kata Kemerdekaan Republik Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, adalah “atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Postulat dasar ini menjadi alasan penting penulisan buku “Hutang Republik pada Islam” ini sehingga tidak melihat dasar manusia atau “kebangsaan Indonesia” sebagai aktor atau makhluk sejarah. Dengan kata lain, penulisannya lebih mengedepankan faktor-faktor agama sebagai doktrin daripada agama sebagai agama itu sendiri yang menyejarah.
Maka, tema buku ini “Perjuangan Para Tokoh Islam dalam Menjaga NKRI” akan lebih relevan jika dibaca dari sudut sejarah kekinian, “Perjuangan Para Tokoh Muslim dalam Menjaga NKRI” yang mengedepankan rasa kebangsaan daripada doktrin-doktrin “abstrak” ideologis. Tentu, hal ini dipandang perlu karena akan berdampak pada polarisasi friksi-friksi umat Islam ke dalam ranah politik praktis semakin tajam dan panjang.