Syekh Muhammad Nafis Al Banjari rahimahullah membagi Tauhid menjadi 4 (empat) macam. Pertama, Tauhid Af’al; kedua, Tauhid Asma’; ketiga, Tauhid Sifat; dan keempat, Tauhid Dzat. Masing masing insya Allah akan kami jelaskan secara ringkas dan sederhana, khususnya bagi para pemula yang belum akrab dengan pemikiran beliau.
Pada bagian ini kami akan menjelaskan semampu kami tentang Tauhid Af’al, yakni meng-Esa-kan Allah swt dalam setiap gerak gerik dan perbuatan hamba. Menurut Syekh Nafis rahimahullah, semua gerak gerik dan perbuatan seorang hamba itu pada hakikatnya datangnya dari Allah, baik itu gerak gerik dan perbuatan yang sifatnya baik, seperti iman dan taat, maupun gerak gerik dan perbuatan yang buruk, seperti kufur dan maksiat. Semuanya dari Allah swt. Kok bisa perbuatan buruk datangnya dari Allah? Jawabnya, kalau bukan dari Allah, lalu dari siapa? Apakah setan dan manusia punya daya dan kekuatan? Tentu tidak. Jadi, semua yang datang dari hamba itu hakikatnya dari Allah semata. Dalilnya, ayat Al Quran: قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ; katakan, Muhammad, semuanya dari Allah semata. Selengkapnya dapat dilihat pada surat Al Nisa ayat 78 berikut.
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ ۗ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَٰذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَٰذِهِ مِنْ عِنْدِكَ ۚ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ فَمَالِ هَٰؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh; dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang orang itu (orang munafik) hampir hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?
Namun demikian, meski semua gerak gerik dan perbuatan hamba itu dari Allah, termasuk yang buruk dan jahat, namun janganlah kita anggap Allah itu sumber kebaikan sekaligus keburukan dan kejahatan. Yang tadi itu adalah ilmu hakikat. Tapi, kita juga harus pakai ilmu adab ketika harus menjaga adab kita kepada Allah agar tidak mengaitkan perkara perkara buruk kepada Allah. Dengan kata lain, kita mesti diam saja dalam hal ini demi menjaga kesucian syariat Allah. Dan Syekh Nafis rahimahullah menegaskan, jangan kita tinggalkan syariat. Beliau mengutip pendapat para ulama sufi: “Syariat tanpa hakikat akan hampa, dan hakikat tanpa syariat akan sesat.”
Ayat lain yang dipakai oleh Syekh Nafis untuk menguatkan argumentasi beliau adalah surat Al Shoffat ayat 96:
وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ
Allah jualah yang menciptakanmu dan apa yang engkau lakukan.
Ayat lain lagi yang dikutip adalah surat Al Anfal ayat 17 berikut;
فَلَمْ تَقْتُلُوْهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ قَتَلَهُمْۖ وَمَا رَمَيْتَ اِذْ رَمَيْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ رَمٰىۚ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِيْنَ مِنْهُ بَلَاۤءً حَسَنًاۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Maka (sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, melainkan Allah yang membunuh mereka, dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Selain ayat, Syekh Nafis juga memakai Hadis sebagai dalil, yakni:
لا تتحرك ذرة الا بإذن الله
Tidak ada yang bisa bergerak di alam semesta ini walau partikel atom kecuali atas izin Allah.
Alhasil, jelaslah bahwa semua gerak gerik dan perbuatan, bahkan yang dilakukan oleh semua makhluk ciptaan Allah, semuanya terjadi atas izin dan kehendak Allah jua. Namun demikian, semua perbuatan dosa tidak boleh dikaitkan dengan Allah, dan pelakunya akan tetap disiksa di neraka, kecuali yang mendapat ampunan dariNya.
Demikian, penjelasan ringkas dari kami, dan ini masih jauh dari mamadai. Bagi pembaca yang mau mendalami, bisa merujuk langsung ke kitab Al Durrunnafis (Mutiara yang Indah) atau meminta pendapat dan penjelasan kepada ulama dan pakar yang ahli di bidang ini. Wallahu A’lamu Bisshawaab.
Tabalong, 25 September 2022.