Nafs ini dibagi tujuh. Jiwa itu ada tujuh tingkatan. Ada tujuh apa, ya? Tujuh titik. Pertama, Al Nafsu Al Nathiqah. Nafsu Nathiqah itu jiwa yang berpikir, yaitu akal. Adanya di mana? Ini menurut Syadziliyah loh ya? Adanya di kening. Ini gampangnya gampangnya saja, ya? Nafsu Nathiqah, nafs (jiwa) yang berpikir, yang mampu menganalisa, mampu menyerap, memahami yang dari eksternal kemudian masuk ke dalam jiwa itu. Namanya “Nathiqah”, yaitu akal. Yaitu adanya di kening. Maka, kita pertama kali harus zikir di kening. Jadi, “Lailaha illallah”, “Lailaha illallah”, masukkan ke kening. Masukkan kepala katakanlah, sudah. Sebab, supaya yang zikirnya akal. Supaya akal yang zikir. Jadi, “Lailaha illallah” coba adanya di kening. Zikir itu pusatkan, pusatkan, di titik otak.
Yang kedua, Nafs Al Lawwamah. Jiwa yang suka menegur kita. Yang suka memberi teguran kepada kita. Adanya di mana? Nih, maaf, “Tahta Al Syadzy Al Yasar”, di bawah, maaf, susu kiri. Jadi, ini, di bawah susu dua jari. Dua jari di bawah susu kiri. Itu di situ adanya. Kalau sudah zikir akal, sudah, kita pindah. Zikir itu kira-kira dibarengi dengan gerakan yang ada di bawahnya susu kiri, yaitu dalam rangka nafs Al Lawwamahnya supaya zikir, gitu loh.
Yang ketiga, Nafs Al Mulhimah. Nafs, Jiwa, yang memberikan ilham atau yang menerima ilham dan memberikan arahan kepada kita. Yang menerima wangsit di sini. Mulhimah. Di mana adanya? “Tahta Al Syadzy Al Yamin”, di bawah susu kanan. Ini yang memberikan ilham, tempatnya ilham, tempatnya wangsit di sini adanya. Tapi, ini selesai dulu. Kalau ini sudah, zikir dibarengi dengan gerakan di bawah susu kiri sudah, baru pindah ke gerakan yang ada di (bawah) susu kanan. Bukan gerakan, getaran gitu, getaran atau apalah.
Yang keempat, Nafs Al Muthmainnah. Jiwa yang sudah mengajak ke “Tuma’ninah”, tenang kita, ya. Tenanglah, Alhamdulillah, semuanya Alhamdulillah. Semuanya Alhamdulillah. Apa yang terjadi, Alhamdulillah, semuanya beres. “Fawqa Syadzy Al Yasar”, di atas susu kiri. Kalau sudah bisa zikir ke sini, maka kita mendapatkan “tuma’ninah”. “Tuma’ninah Al Nafs”. Sudah, jiwa itu tenang sekali. Tanang sekali. Sedang banyak duitnya, tenang. Sedang tidak ada duitnya, tenang. Apapun yang terjadi kita terima dengan selalu terkontrol, selalu stabil, selalu menghadapinya dengan tidak emosional.
Nomor lima, Nafs Al Radliyah (yang penuh ridla). Yang penuh suka gitu loh, senang, ridla. Lebih dari tenang. Tenang dan ditambah lagi plus ridla, suka. Itu adanya di atas susu kanan. Sini. Ini, tarekat kan rinci begini, ya? Kalau kemarin kita bicara tasawuf sangat global. Hati itu apa? Zikir itu apa? Ini sudah mulai rinciannya. Yang namanya juga tarekat, jalan kecil kan? Kalau Syariat itu jalan besar. Tarekat itu lorongnya itu, gang.
Yang keenam, Nafs Al Mardhiyyah (yang disenangi), yang mendapatkan ridla. Yang Allah juga senang, masyarakat sekeliling juga senang, semua orang juga senang kepadanya. Soal dia, barangkali ada sebagian orang yang mulutnya atau yang lazimnya menampakkan tidak senang. Itu bohong sebenarnya. Dalam hati sebenarnya senang. Karena kepentingan kadang-kadang menampakkan ketidaksimpatinya. Tapi, padahal dalam hatinya sebenarnya mengakui: dia dia benar. Dia benar gitu loh. Itu, adanya di mana Nafsu Al Mardliyah itu? Di Tengah-tengah dada, “Wasath Al Shadr”. (Bersambung).