Yang ketujuh, nah ini sudah. Kalau sudah sufi betul; Nafs Al Kamilah, jiwa yang sudah sempurna. Zikirnya di mana adanya. Zikirnya di mana yang sedang bergetar kalau sedang berzikir. Semua pori-pori, semua urat-urat yang ada di sekujur badan, bergerak kalau sedang zikir. Kalau bapak ingin saksikan, monggo silakan datang ke tempat-tempat tarekat. Nanti ada, zikirnya, semuanya bergerak. Dan bagi dia, bagi Beliau, dengar itu suara zikirnya pori-pori. Kalau kita belum mengalami, ya? Semua harus mengalami. Ini semua adalah ilmu rasa, ya? Ilmu rasa. Sulit untuk hanya teori terus paham, ya harus dialami. Rasanya madu manis kayak apa? Terangkan! Sekuat tenaga sampai habis tenggorokannya, menerangkan rasa manisnya madu, ya sulit. Kecuali, kalau sudah, “He ngicipin!” Nah, baru tahu rasanya. Kalau hanya diterangkan rasanya madu begini tidak bisa memahamkan. Anda tidak sampai puas.
Kalau sudah sampai Nafs Al Kamilah, maka yang zikir itu bukan hanya mulut. Apalagi mulut? Bukan hanya akal. Bukan hanya Al Lawwamah. Bukan hanya yang di bawah susu kiri, bawah susu kanan. Atau, susu kiri atau susu kanan, bukan hanya uluhati; semua pori-pori, semua sel-sel ini, juga zikir kepada Allah. Yang heran, saya baru saja kenal tadi malam. Baru saja dua malam yang lalu, saya jumpa dengan seorang eksekutif di departemen. Seorang Dirjen. Dirjen Departemen. Itu, saya yakin, Beliau punya sinar. Matanya bercahaya. Padahal, Beliau di eksekutif di Departemen Transmigrasi. Sudahlah, seorang Dirjen di Departemen Transmigrasi. Saya heran menjumpai orang yang di eselon satu. Di eselon satu dia, Dirjen itu? Eselon satu. Beliau? Masya Allah, sudah luar biasa. Sudah sampai pada zikir dengan semua pori-porinya. Seorang Dirjen di Transmigrasi.
Saya sendiri tidak mengira. Saya sendiri merasa kalah. Saya merasa belum apa-apa dengan Beliau yang, padahal, Beliau di eksekutif.
Nah, untuk mencapai ke sini, untuk mencapai ke zikir yang semua nafs ini, pertama, harus “tawajuh ilallah”. Ya menuju, tawajuh itu menuju ke Allah. Kita ini, kan, separuh. Separuh-separuh. Mending separuh-separuh, seperempat-seperempat. Nggak setengah-setengah, tapi seperempat-seperempat. Itupun mending seperempat. Harus menuju kepada Allah. Kita sholat setiap hari membaca apa?
اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَالْااَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ .وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي، وَنُسُكِي، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، اللهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي، وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي، وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا، إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi sebagai muslim yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau dan Maha Terpuji. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku telah menzhalimi diriku sendiri dan akui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Tunjukilah aku akhlak yang paling terbaik. Tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau. Aka aku patuhi segala perintah-Mu, dan akan aku tolong agama-Mu. Segala kebaikan berada di tangan-Mu. Sedangkan keburukan tidak datang dari Mu. Orang yang tidak tersesat hanyalah orang yang Engkau beri petunjuk. Aku berpegang teguh dengan-Mu dan kepada-Mu. Tidak ada keberhasilan dan jalan keluar kecuali dari Mu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampunan dariMu dan aku bertobat kepadaMu” (HR. Muslim).
Ada versi lagi;
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ
“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku sebagaimana pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju, dan air dingin” (HR.Bukhari).
Kalau NU “Ïnni wajjahtu….”; kalau Muhammadiyah “Ällahumma Baid….” Sama ajalah! (Bersambung).