Jelang Nisfu Sya’ban, menjelang diangkatnya segala amal kita. Kalau bahasa duniawinya, rekapitulasi dan absensi. Pada kasus ini, seorang kenalan saya yang biasanya membid’ah-bid’ahkan pun setuju. Jadi, ringkasnya, dia setuju, kalau ada rekapitulasi amal di bulan ini. Perkara ada Yasinannya, ya masih segitu-gitu itulah, gak enak kalau dijelasin panjang lebar.
Sya’ban adalah hitungan mundur menjelang Ramadhan. Ramadhan, yang tadi saya kelakarkan ke teman saya dengan ra-madang (tidak makan), adalah bulan yang amat dirindukan. Baik oleh yang masih hidup ataupun yang sudah tiada. Terlepas, yang hidup lebih rindu kepada Ied Fitrinya atau juga THR-nya, kembali ke masing-masing pribadi saja. Dengan demikian, Sya’ban itu dekat dengan Ramadhan. Titik.
Entah, kenapa walaupun ribuan kali penceramah berkata kepada kita, bahwa “Bisa jadi, ini Ramadhan terakhir kita jamaah….” Tapi, yo kelakuan kita ini, yo panggah ngunu kae (tetap seperti itu).
Menilik lebih jauh lagi, coba ditanyakan ulang, berapa kali kita melewati Ramadhan (dengan umur yang mukallaf dan akal sehat) dalam setahun? Lumayan banyak, bukan
Jadi ya tulisan ini sebenarnya lebih banyak koreksi kepada diri saya pribadi, kapan kita akan menjadikan dan memantaskan diri, lalu berkata, “Ramadhan terbaikku itu, di tahun 2022 ini!”
Ciri mereka yang mampu berubah lebih baik menurutku adalah mereka yang mau merubah kebiasaan-kebiasaan kecilnya menjadi sebuah capaian besar dalam sebuah bingkai istiqomah. Sayangnya, menulis dan mengamalkan itu terkadang seperti ote-ote dan cabenya, saling membutuhkan, tapi sulit memadukannya! -Maksudnya, karena harga minyak goreng lagi naik, melambung tinggi, maszeeeh
Maka, Nisfu Sya’ban, ada baiknya dijalani seperti manusia milenial menyambut tahun baru, bikin resolusi!
Masa satu bulan bagiku bukan saja istimewa, melainkan seperti paradai katakan adalah masa me-restart semua onderdil yang terpakai. Mulai kenalpot yang sudah menghitam, busi yang kotor, karburator yang penuh kerak, dan tali kopling yang mulai kendor. Semuanya harus dicek ulang agar menjalani masa-masa bulan selanjutnya dapat berjalan lancar, tanpa ada hambatan bahaya yang bakal menimpa. Setidaknya, kita sudah berupaya mawas diri agar perjalanan benar-benar lancar dan diridlai.
Kapankah Anda mau melewati Ramadhan terindah, atau mungkin, kita memang hanya menjalani hidup dengan menghabiskan bilangan umur saja?
Bener Uraaaaaaa?
Selamat menyambut malam Nisfu Sya’ban, ya sodara! Semoga bermanfaat!