Yang kedua, Zikr Al Shifat. Nah, kalau sifat, kan, Allah misalkan punya sifat positif tujuh, ya? Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sama’, Bashar, Kalam, ya? Nah, itu, kalau Zikr Al Shifat. Walaupun kita baca “La ilaha illallah”; itu artinya “La Ma’bu’da illallah”. Tidak ada yang aku sembah kecuali Allah. Itu namanya Zikr Al Shifat. Upayakan, usahakan tujuannya nanti agar kita ini nanti masuk salah satu sifat Allah atau itu terlalu vulgar. Termasuk salah satu manifestasi sifat Allah. Itu kalau sudah tingkat kedua. Jadi, sifat Allah itu masuk ke kita. Ini metafor, ya? Metafor, ya? Jangan dipahami secara pendek, secara singkat, secara dangkal. Jadi, sifat Allah itu QudratNya (KekuasanNya), Iradatnya (KehendakNya), Ilmunya, HayatNya (HidupNya), Sama’Nya (PendengaranNya), BasharNya (PenglihatanNya); Kita ini menjadi manifestasi dari semuanya itu, dari sifat-sifat Allah itu. Aa, ini tingkat kedua dalam arti “La ma’buda illallah”. Maka, kata Abu Yazid Al Busthomi, yang namanya tasawuf itu “shifat Al Haqqi yalbasuha Al Khalqu”. SifatNya Allah dipakai oleh kita, dipakai oleh makhluk. Itu baru namanya tasawuf, namanya sufi.
Kita memakai sifatNya Haq. Oleh karena itu, saya pernah cerita, di mana-mana mendongeng; Abu Yazid “mi’raj” melalui beberapa langit, tujuh langit, malaikat sedang zikir, sedang sholat, sedang wirid, berbagai wirid, tidak tertarik Abu Yazid. Karena, mereka itu mintanya tendensius. Nggak, ding, minimal, bukan minimal, walaupun tendensinya ingin surga. Ingin masuk surga. Ingin selamat dari neraka. Ingin dapat pahala. Ingin dapat pujian dari Allah. Itu masih tendensius, dianggapnya oleh Abu Yazid. Oleh karena itu, setelah selesai Abu Yazid melewati tujuh langit ditanyain, “Madza turid ya Aba Yazid?” Apa yang kau kehendaki, apa yang kau inginkan, ya Abu Yazid? Jawabnya, “Üridu an la urid.” Saya menginginkan agar saya tidak punya keinginan. Itu apa artinya? Ingin mendapatkan sifat Allah dan dirinya. Ya walaupun pinjamlah, walaupun pinjam sebentar. Nggak papa, kan, pinjam, dong? Pinjam sifatMu, ya Allah, akan saya pake gitu loh. Tetapi, zikirnya, ya Allah, dalam hati “La ma’buda illallah”. Tidak ada yang kusembah kecuali Allah. Tapi, ini bukan hanya sekadar teori loh, bukan sekadar ngomong. Ngomong gampang. Kita itu kadang-kadang juga dari jam lima sampai jam 12 ini sembahyang kita ribuan kali, terus terang. Saya, saya, deh, nanti tersinggung. Saya, saya dari pagi menyembah Allah dari setengah lima, e waktu setelah itu ada tamu, ada telepon, ada itu, ini; itu sudah banyak sekali sesembahan saya, sudah. Wah, sesembahan saya sudah banyak sekali.
مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ
“…berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas, dan perak….” (QS. Ali Imron ayat 14) wa Al fulus, wa Dolar, wal hasil; semua jadi sembahan. Saya, saya, saya sendiri begitu. Ini dari setengah lima sudah berapa sesembahan yang tidak saya sembah?