Empat belas abad yang lalu setelah meninggalnya paman Nabi; Abu Thalib dan istri beliau Khadijah, serangan dan rencana pembunuhan kaum kafir Quraisy terhadap Nabi Muhammad SAW semakin gencar. Mereka pun terus berupaya mencelakai Nabi SAW dan para sahabatnya. Nabi kemudian memerintahkan kepada para sahabatnya untuk secara sembunyi-sembunyi hijrah ke Madinah.
Sedangkan Nabi SAW dan beberapa sahabat lain masih tinggal di Mekkah. Nabi menunggu turunnya ayat dari Allah untuk pergi hijrah. Setelah beberapa waktu, turunlah perintsh untuk hijrah, kemudian Nabi Muhammad SAW didampingi Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq pergi ke Gua Tsur.
Rasulullah dan Abu Bakar menjauh meninggalkan Makkah menuju persembunyiannya, sedangkan para pemuda Quraisy telah jauh kehilangan jejak mereka berdua. Namun mereka tak kehilangan asa. Mereka melihat jejak kaki yang disinyalir sebagai jejak kaki Rasul dan Abu Bakar. Mereka tetap tak patah arang, keinginan mereka untuk menebas kepala Muhammad tak bisa ditunda-tunda lagi.
Rasul kemudian berjalan dan naik ke bukit Tsur untuk masuk ke dalam gua kecil. Sebelum masuk ke gua, Rasul melihat kota Makkah dari kejauhan. Rasul serasa tak rela meninggalkan tanah kelahirannya itu. Rasul berkata dalam hatinya, “Alangkah indahnya kau negeriku, kau lah tumpuan cintaku, kalau aku tak diusir oleh kaumku, aku tak akan rela meninggalkanmu, Makkah.”
Rasul dan Abu Bakar pun masuk ke dalam gua. Mulut gua itu sangat sempit, hanya bisa dilewati oleh satu orang. Sebelum Rasul masuk, Abu Bakar terlebih dahulu memastikan keamanan gua. Ia tidak ingin Rasul disakiti hewan-hewan berbisa di dalam gua. Setelah aman, Abu Bakar mempersilahkan Rasul masuk ke dalam gua.
Sementara para pemuda Quraisy masih sibuk mengikuti jejak kaki. Penelusuran mereka berhenti pada sebuah gua yang mati. Mereka saling berdebat, apakah benar Muhamad dan Abu Bakar masuk ke dalam gua ini. Jika mereka masuk, tidak mungkin ada sarang laba-laba dan rumah burung di mulut gua. Logika mereka mengatakan jika dua orang yang sedang mereka cari tidak mungkin akan masuk ke gua itu. Mereka pun akhirnya kembali dengan tangan hampa.
Rasul dan Abu Bakar masih berada di dalam gua. Mereka menunggu situasi aman baru akan melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib, cikal bakal kota Madinah. Di gua ini Rasul dan Abu Bakar tinggal selama tiga hari. Setelah di rasa aman, Rasulullah dan Abu Bakar turun dari bukit Tsur untuk melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib.
Setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan, sampailah Nabi Muhammad dan Abu Bakar di Kota Madinah. Kedatangan Beliau berdua sudah dirindukan berhari-hari oleh komunitas Madinah. Begitu memasuki kota Madinah, masyarakat berkumpul dengan penuh rasa suka cita sambil melantunkan:
“Thola’al badru alayna min tsaniyyatil wadda’i. Wajabasy-syukru alayna ma da’a lillahi da’i.” Yang artinya, “Telah muncul bulan purnama dari Tsaniyatil Wadai’, kami wajib bersyukur selama ada yang menyeru kepada Tuhan. Wahai yang diutus kepada kami. Engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati.”
Kepada para sahabat yang mengikuti hijrahnya Nabi Muhammad, Beliau memberi status dengan istilah kaum Muhajirin (orang yang migrasi). Sedangkan kepada kaum penjemput atau masyarakat Madinah yang menyambut kedatangan Nabi dan kaum Muhajirin disebut kaum Ansor (penolong). Dan sejak saat itulah kota Yatsrib namanya dirubah menjadi Kota Madinah dan kaum Muhajirin menetap di sana.
Pesan Nabi sesampainya di Kota Madinah.
Dari ‘Abdullah bin Salam, ia berkata: “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, orang-orang segera pergi menuju Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (karena ingin melihatnya). Ada yang mengatakan: Rasulullah telah datang, lalu aku mendatanginya di tengah kerumunan banyak orang untuk melihatnya. Ketika aku melihat wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , aku mengetahui bahwa wajahnya bukanlah wajah pembohong. Dan yang pertama kali beliau ucapkan adalah; ‘Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan sejahtera.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Pertama; Sebarkanlah salam. Di dalam salam terkandung doa yg luar biasa. Sehingga menyebarkan salam akan menumbuhkan rasa cinta diantara manusia. Rasulullah bersabda:
“Tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai. Tebarkan salam.
Tentu menebarkan salam tidak hanya dengan kalimat salam, tapi juga sikap kita kepada siapapun harus bisa menimbulkan kedamaian dan ketentraman. Yang pertama ini bisa kita sebut sebagai etika sosial.
Kedua; Berikanlah makan. Berikanlah makan kepada orang-orang yang membutuhkan. Ini merupakan akhlak mulia yang bisa menghantarkan pelakunya masuk surga. Orang yang memberikan makan kepada orang lain akan memiliki keistimewaan dan kedudukan di masyarakat. Orang yang memberikan maka akan mendapat rizki yang berlimpah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Asma’ binti Abu Bakar: Infakkan, atau sedekahkan, atau nafkahkanlah, dan janganlah kamu menghitung-hitungnya sehingga Allâh akan menghitung-hitung pemberian-Nya kepadamu. Dan Janganlah kamu menakar-nakarnya sehingga Allâh menakar-nakar pemberian-Nya kepadamu. Sikap kedua ini bisa kita sebut sebagai kepedulian sosial.
Ketiga; Sambunglah tali silaturrahim. al-Arham adalah jamak dari rahim. Maksudnya kerabat yang memiliki hubungan kekeluargaan dari ibu atau bapak, seperti paman, bibi, kakek, nenek, sepupu, dan lainnya. Mereka adalah al-arham. Dalam kehidupan sosial tentu kita tidak membatasi diri hanya berinteraksi dengan karib kerabat, tapi juga dengan masyarakat luas. Salah satu kunci sukses hidup adalah kemampuan seseorang membangun jaringan seluas-luasnya. Silaturrahim memiliki keistimewaan yang agung, merupakan sebab berlimpahnya rizki. Memutus silaturrahim menyebabkan laknat dan terjauhkan dari rahmat Allah Azza wa Jalla . Yang ketiga ini bisa kita sebut sebagai membangun solidaritas sosial.
Keempat: Shalatlah di waktu malam, di saat manusia sedang tidur.” Jika seseorang bangun dan shalat maka ini menunjukkan keimanannya karena dia lebih memilih shalat dari pada tidur dan istirahat. Allah berfirman; “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya…” (as-Sajdah/32:16) Seorang Muslim yang taat dia akan berusaha untuk bangun di tengah malam demi melakukan shalat Tahajjud di saat manusia sedang tidur. Di akhir malam itu dia gunakan untuk bersimpuh bermunajat kepada Sang Kekasih Allâh Azza wa Jalla, berdo’a dan minta ampun kepada-Nya atas semua dosa-dosanya. Yang keempat ini bisa kita sebut sebagai penguatan spiritual.
Itulah empat pesan penting Nabi sesampainya di Kota Madinah. Jika keempat hal ini menjadi karakter kita, yaitu empat S; Salam, Sedekah, Silaturrahim dan Shalat malam, Rasulullah memberikan garansi, kita akan masuk surga dengan penuh kedamaian. Semoga.
(e.m. Jogja: 11/08/2021).