Pertama, masa-masa budaya muda
(Manusia Trinil)
Kedua, masa-masa budaya awal
(Melanisia dan Polinesia)
Ketiga, masa-masa budaya kuna
(Kerajaan-kerajaan koloni)
Keempat, masa-masa budaya baru
(Pesantren dan Indonesia)
Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan hasil dari perkembangan geografis yang bergerak. Hal tersebut dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng bumi yang memisahkan sebuah benua yang besar (Jambhudwipa dari Persia hingga Persia) menjadi pecahan kepulauan-kepulauan sebagaimana saat ini.
Fase budaya muda melingkupi peradaban manusia pertama yang telah mendiami pulau Jawa sebagaimana ditemukan fosil-fosil yang berusia lebih tua seperti manusia Trinil dan manusia gunung Kerinci (Homo Sapiens). Mereka hidup masih dalam budaya yang sangat sederhana dengan cara hidup sederhana berburu dan tinggal di goa-goa.
Fase bisa budaya awal. Kedatangan manusia Afrika (Melanisia) dan manusia Asia (Mongoloid) telah membentuk budaya awal. Mereka mendiami pulau-pulau dari hidup berburu dan melaut. Fase ini ditandai dengan sebuah karya legenda yang terkenal di Sulawesi Selatan berupa “I La Galigo”. Kitab kuna yang menerangkan asal-usul kejadian dan suku-suku yang ada di Sulawesi, Khusus Sulawesi Selatan. Begitu pula kehidupan di gunung Padang yang terus dilakukan penelitian-penelitian.
Fase budaya kuna. Kehidupan manusia yang berkelompok, membentuk koloni-koloni di dalam tata kehidupan yang longgar. Mereka hidup berdasarkan suku, klan, dan ajaran. Masa-masa kerajaan yang masih melingkupi teritorial berdasarkan koloni kesukuan. Masa ini berlangsung lama pada masa-masa kerajaan. Sebuah negara atau kerajaan terbentuk berdasarkan koloni, bukan imperium sebagaimana dipahami sebuah negara dewasa ini. Mereka menjalin kerjasama dalam bentuk kekeluargaan, kekerabatan, dan persilangan budaya dan ajaran agama. Mereka terbuka dalam hal-hal baru dengan mendirikan perguruan-perguruan tinggi berbasis kegamaan seperti pusat pendidikan agama Indus, Buddha, dan pesantren.
Fase budaya baru. Kedatangan suku bangsa Eropa, Arab, Persia, dan China sedikit telah memberi warna peradaban baru bagi kerajaan-kerajaan di Indonesia pra kemerdekaan. Mereka mulai mengenal negara tersistem yang diperkenalkan oleh bangsa-bangsa Eropa. Namun, bukan berarti bangsa-bangsa di Indonesia belum mengenal diplomasi kebudayaan. Manusia Indonesia sudah melakukan pertukaran dan menerima interaksi dan diplomasi.
Pesantren merupakan wilayah yang hampir tidak tersentuh dari pengaruh-pengaruh Eropa, meskipun membuka diri pada kebudayaan “asing” lainnya. Hubungan pesantren berjalan harmonis melalui perdagangan-perdagangan dan pendidikan.
Bangsa-bangsa Eropa berhasil membangun wilayah-wilayah koloni tersistem. Sebagaimana VOC menjadi negara sistem di dalam kuasa kerajaan Belanda. Di Indonesia, VOC juga membangun negara koloni tersistem di bawah kuasa kerajaan-kerajaan yang merdeka. Kelemahan negara-negara kerajaan yang berada di bawah pengaruh dan kontrol l sistem koloni Belanda, membuat pesantren menjadi satu-satunya basis kultural yang dapat mempertahankan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.