Masa kecilnya sangatlah indah. Seperti pada umumnya anak-anak kecil, ia bermain, berpetualang, memanjat pohon, dan mandi di sungai bersama teman sebaya.
Tetapi, ada hal yang berbeda antara dirinya dan anak-anak di daerah lain. Ia kerapkali menghadiri acara pembacaan Maulid Simtudduror, Ratib Al-Haddad, halaqah-halaqah, seremonial haul para habaib, dan menyaksikan masyarakat berduyun-duyun datang menghadiri acara pengajian. Kebetulan, ia tinggal di lingkungan para habaib di kawasan Kauman, Bangil, Pasuruan.
Orang-orang pada umumnya baru mengenal para habaib dan segala jenis aktivitas kegiatan mereka sekarang; adalah semenjak kemunculan Habib Luthfi, Habib Syekh, Habib Taufiq, dan beberapa Habaib masyhur lainnya. Sementara dirinya sudah merasakan dan menyaksikan kehidupan demikian semenjak dari lahir.
Pengalaman masa kecil itu telah membuatnya ingin menjadi orang yang faham akan ilmu-ilmu keislaman. Bersama saudara dan sekaligus tetangganya, ia ingin belajar di tempat yang jauh.
Ia pun memilih Pondok Pesantren Madrasatul Quran Tebuireng pada tahun 1998; sengaja ia memilih mesantren di lokasi yang terletak jauh dari rumah itu agar dapat membakar semangat dan totalitas dalam “tholabul ilmi”.
Sejak di bangku Tsanawiyah, ia sudah mahir mengemudikan mobil, belajar dari orang tua, saudara, dan tetangga, ketika sedang liburan di rumah. Siapa sangka keahliannya berdampak besar pada kehidupannya di pesantren. Sejak mendapat lisensi berupa Surat Izin Mengemudi Mobil, kapanpun dan kemanapun pengurus dan guru pesantren akan pergi acara di luar pesantren, dialah pengemudinya. Petualangannya pun dapat membawa dirinya hingga ke luar Jawa Timur, bahkan ke luar Pulau Jawa.
Jam terbangnya sudah level tinggi. Dia diberi kepercayaan untuk membawa dan merawat mobil “Banpres”. Mobil pesantren jenis Colt L300 bercat merah putih, hibah dari Presiden Soeharto kala itu.
Sampai sekarang, kepercayaan menjaga dan merawat mobil itu masih diberikan kepadanya. Begitu banyak warga MQ Tebuireng yang dibuat jatuh cinta akan kemahirannya dalam mengemudikan mobil. Kematangan selama bertahun-tahun telah menempa ketenangan dan kenyamanan saat mobil ada di tangannya, meskipun telah banyak bermunculan pengemudi-pengemudi baru.
Sisi lain kelebihan yang bersumber dari kemampuan kedua tangannya adalah kemahirannya dalam menjaga gawang. Keahlian yang telah diasah sejak pertama kali bermain bola di pesantren telah membuat penyerang-penyerang asrama lain seperti Muhammad Suhanan, Zulfikar Ikay, Brizaa Movixs sering gagal mengeksekusi serangan mereka menjadi sebuah gol.
Kehandalannya telah membuat putus asa setiap lawan di depan gawangnya. Ia menjadi andalan asrama Munzalan Mubaroka hingga kemudian “Timnas” Madrasatul Quran. Banyak torehan prestasi yang diraihnya ketika merumput di lapangan hijau antara lain membawa asrama Munzalan Mubaroka menjadi juara liga, hingga klub pesantren memenangi banyak laga persahabatan antar pesantren.
Dua kegemarannya tersebut telah meyempurnakan keberhasilannya dalam menggapai yang telah dicita-citakan sejak kecil. Tepat tanggal 17 Januari tahun 2009, dia mengucapkan baiat menjaga Kalamullah. Bersama 34 Santri lainnya dalam acara wisuda hafidh XX, namanya pun tertulis abadi di buku wisuda bernomor SQ-1/665/11-XX/2009 dengan nama Mokhamad Latifi bin Abdul Wahid Mokhamad Latifi.Penjaga gawang berbadan besar dan kekar yang sekilas mirip Angelo Feruzzi itupun, kemudian menetap di Jombang bersama dengan istri yang dicintainya sejak kuliah di Universitas Hasyim Asyari dulu. Dari pernikahannya, ia mendapat dua buah hati. Dan,, dengan alasan ingin tetap dekat dengan pusara para kyai, ia mengabdi di almamater tercinta di SMP Al-Furqon Madrasatul Quran, sekolah yang dikomandani oleh Bapak Taufiq Al-Muhtadhor bersama guru-guru hebat lainnya.