KH Abdullah Said (selanjutnya ditulis Kiai Abdullah, 1945-1998), seorang aktivis dakwah yang lahir di Makassar, berhasil membangun pesantren dengan cabang terbanyak di Indonesia. Kini, jumlahnya lebih dari 600 pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia.
Selama ini, asumsi sering mengatakan kalau NU, organisasi yang berbasis pesantren, adalah yang memiliki pesantren terbanyak. Namun, catatan Pondok Pesantren Hidayatullah ini cukup fantastis, jika dilihat dari segi kepemimpinan. Tidak banyak pesantren-pesantren besar yang berafiliasi kepada NU memiliki cabang sebanyak Hidayatullah.
Berangkat dari Dakwah
Hidayatullah adalah Kiai Abdullah, Kiai Abdullah adalah Hidayatullah. Hal ini serupa dengan Krapyak adalah Kiai Munawwir, Kiai Munawwir adalah Krapyak misalnya. Identik dengan figur pendirinya. Dan, seterusnya.
Memang, setiap pesantren memiliki karakteristik ideologi dan stressing pendidikan masing-masing. Ada yang maju dari segi sistem keorganisasian, modernisasi lembaga pendidikan, dan kharismatik tokoh pendiri.
Kiai Abdullah atau lebih dikenal dengan panggilan Ustad Abdullah lahir di Lamatti Rilau, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, dengan nama kecil Muhsin Kahar.
Kiai Abdullah dianugerahi otak yang cerdas. Ia termasuk pelajar yang selalu mendapat ranking pertama. Di samping, keberaniannya berpidato di muka umum.
Ia mengawali pendidikannya di Sekolah Rakyat (SR) dikampungnya dan mengaji kepada ayahnya sendiri, KH Said Syuaib. Setelah ayahnya hijrah ke Kota Makassar, Kiai Abdullah sempat melanjutkan sekolahnya di SD 30 Makassar.
Kiai Abdullah meneruskan pendidikannya di PGAN Empat Tahun sebelum melanjutkan ke IAIN Alauddin. PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) adalah sekolah menengah sebelum dibedakan menjadi sekolah menengah pertama dan menengah atas. Semasa di Makassar ini, Kiai Abdullah menimba ilmu sekaligus menjadi aktivis dakwah kepada KH Djamaluddin Amien, seorang tokoh Muhammadiyah yang berpengaruh di Sulawesi Selatan. Di kemudian hari, KH Djamaluddin Amien pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar dan aktif di Partai Amanat Nasional. Dari tempaan pendidikan agama dan organisasi ini, Kiai Abdullah tumbuh menjadi organisator dan pembaharu pendidikan. Terutama, setelah ia hijrah ke Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Diakui Muhammadiyah
Modernisasi lembaga pendidikan yang dilakukan oleh Kiai Abdullah mendapat apresiasi yang luas, terutama dari kalangan organisasi keagamaan Muhammadiyah.
Strategi dakwah yang dilakukan lembaga pendidikan Hidayatullah berjalan sistematis dan berkembang melalui lembaga-lembaga sosial seperti Baitul Maal Hidayatullah, Search and Rescue Hidayatullah (lembaga pencarian dan penyelamatan korban bencana), Baitul Wakaf Hidayatullah, Baitut Tamwil Hidayatullah (lembaga bantuan usaha kecil dan menengah), Pos Dai (lembaga dakwah di wilayah terpencil dan minoritas muslim), Islamic Medical Service (lembaga kesehatan), Sahabat Anak Indonesia (lembaga pendampingan anak di wilayah bencana dan konflik), serta Lembaga Bantuan Hukum Hidayatullah.
Di bidang media dan pers, Hidayatullah mendirikan Kelompok Media Hidayatullah (KMH). Salah satu media yang terkenal adalah majalah Suara Hidayatullah.
Hidayatullah berkembang dengan pesat dan memerlukan penanganan secara lebih luas. Maka, sejak Musyawarah Nasional I pada 2000 di Balikpapan, Kalimantan Timur, Hidayatullah resmi menjadi organisasi.