Bang Haji Naif Adnan pernah menulis bahwa Dunia Pesantren sangatlah unik, menarik dan penuh gelak tawa, untuk “terkenal” atau dikenal oleh ribuan santri lainnya, setidaknya harus masuk diantara dua golongan.
Pertama, golongan santri baik-baik atau sangat baik yaitu diisi oleh santri yang pinter, jago di suatu bidang, misal berprestasi di hafalannya, sekolahnya, kitabnya, olahraganya atau lainnya.
Kedua, bukannya golongan yang tidak baik tapi unik, aneh, nyentrik, nyleneh, bikin heboh, humoris, punya kelakuan misterius dan tidak biasa.
Kedua golongan santri di atas akan selalu membekas dalam ingatan kita, manakala kita sudah boyong.
Tulisan ini mencoba untuk menguraikan santri golongan kedua yang diwakili santri termasyhur bernama Imam Lutfi Arif atau teman-teman mahasiswi waktu kuliah memanggilnya dengan sapaan “Mas Imam”.
Mas Imam atau Imam Rgs mulai mesantren di Madrasatul Quran Tebuireng tahun 1999, merupakan muqoddim Ustadz Ahmad Nur Qomari yang paling takdzim, senang menolong beliau meskipun tidak diminta, yang meskipun kalau setoran terkadang harus kucing-kucingan terlebih dahulu.
Terlahir dari ayah berdarah Madura-Surabaya dan Ibu Jombang, ia merasa perlu mencintai klub sepakbola tempat sang ayah berasal yakni Persebaya Surabaya, hingga akhirnya ia menjelma menjadi suporter bonek yang fanatik plus militan, hal ini terlihat dari berbagai atribut yang dibawakan dan dikenakannya, selalu sesuatu yang berwarna hijau atau bertuliskan nama klub.
Ia juga penggila musik dangdut dari kecil hingga kini, kawan-kawannya merumpamakan dirinya bagaikan ensiklopedi berjalan seputar musik dangdut, ia sangat faham dan hafal nama-nama artisnya hingga group-group musiknya bahkan jenis alat musiknya maupun pernak-pernik lainnya, jika ada kawan yang bertanya mengenai jadwal acara musik dangdut terutama wilayah jawa timur ia akan memberikan jawaban langsung dengan cepat dan akurat lokasi dan jam acaranya.
Ketika kepingan CD/DVD masih menjadi alat penyimpan file lagu yang paling populer kala itu, ia adalah kolektor terlengkap CD/DVD yang berisikan berbagai macam musik dangdut, bepergian dengannya terutama jika dengan mengendarai mobil atau bus sangatlah asyik dan menyenangkan karena dijamin dari berangkat hingga pulang yang terdengar adalah full musik dangdut tanpa jedah dengan jaminan musik-musik keluaran terbaru.
Selepas Aliyah, demi mewujudkan cita-cita sang ibu yang menginginkan dirinya untuk menjadi guru seperti diri ibunya yang tak lain adalah guru pegawai negeri sipil, ia kemudian kuliah di Univeritas Hasyim Asy’ari mengambil program studi Pendidikan Agama Islam.
Sekarang ia benar-benar menjadi seorang guru sesuai dengan apa yang diharapkan oleh ibu tercintanya. Tidak sekedar menjadi guru biasa ia menjelma menjadi guru yang paling diidolakan sang murid, karena meskipun berwajah garang tetapi penuh kasih sayang.
Benar-benar sesuai dengan gambaran ideal seorang guru oleh pakar pendidikan, bahwa seorang guru yang baik adalah kehadirannya membuat hati para murid senang dan ketidakhadirannya membuat para murid akan merindukan dan mencari-cari dimana dia sekarang. Seperti slogan iklan rokok Sampoerna Hijau “Nggak ada loe, nggak rame!”.
Kini, Mas Imam merupakan pengagum K.H. Dr. A Musta’in Syafi’ie, dimanapun dan kapanpun sang kyai mengisi kajian tafsir al-Quran pasti ia akan selalu menghadirinya, bahkan dengan kajian tafsir yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Grebangkertosusila dirinya tak pernah absen untuk datang sejauh manapun lokasi tempat acaranya, militansinya sama seperti ia ketika menjadi superter sepakbola dan penggila musik dangdut.
Tidak cukup sampai disitu, sahabat dari Saifuddin – Cokro, Thozpix Laduni, Wahid Imam Rifai, Lutfi Aziz, Asyaf Schneiderlin Wolulikor inipun sangat dekat dengan orang-orang alim, tokoh-tokoh panutan, para guru, santri-santri yang baik-baik dan berprestasi, hal itu ia lakukan agar semata-mata selalu mendapatkan keberkahan hidup dari mereka.
Ia selalu ingin dekat dengan segala hal yang berkenaan dengan al-Quran, ia kawal, ikuti dan hadiri kawan-kawannya ketika khatmil quran semata-mata ingin mencari keberkahan al-Quran, ia ingin memulyakan al-Quran dengan gaya dan caranya sendiri.
Segala hal tentang kenikmatan hidup sudah ia rasakan, mulai dari makanan enak, menjadi juragan sawah, guru idola, kendaraan baru, tempat tinggal sendiri, traveling hingga touring. Dan kini, menurut curhatannya ke Gus Farhan Badri ia mendambakan kenikmatan hakiki yakni segera mendapatkan jodoh dan menikah, untuk menyempurnakan perjalanan hidup dan ibadahnya.
IAMQ Sidoarjo