Menilik perjuangan kaum santri dari hari ke hari kian kompleks. Tidak saja menghadapi internal sesama umat islam yang mengusung ideologi Islam, namun juga diplomasi-diplomasi eksternal yang besar. Hegemoni imperialisme dan Kapitalisme.
Hal ini memerlukan perenungan melalui jalan proses. Menengok kepada sisi terdalam dari jiwa santri itu sendiri. Setidaknya, ada tiga hal yang mendorong umat Islam dari dalam (inhern) menurut Abuya Husein Muhammad (pendiri madrasah Dar al-Fikr al-Islamy Cirebon), yaitu spiritual, intelektual, dan rasional. Sepanjang sejarah ke belakang ini yang cenderung hanya menerima “nasib” dari masa-masa kemunduran umat Islam era Khalifah Al-Mu’tashim Billah (1213-1258). Tidak benar-benar dalam proses yang lengkap. Ratusan tahun, bahkan ribuan tahun ke belakang, umat Islam masih menerima secara determinan (pasrah) atas buah tersebut. Pada masa itu, benturan umat Islam kian mengkristal, antara Bani Abbasiyah dan kekuatan-kekuatan Romawi dan Mongol. Pasca penghancuran kota Baghdad pada 1258 oleh Kaisar Hulagu, umat Islam di bawah satu komando Bani Abbasiyah mulai terpecah menjadi beberapa wilayah-wilayah kecil.
Menurut Abuya Husein Muhammad (15/5), ada tiga buah refleksi yang bisa diambil dari peristiwa paling bersejarah umat Islam tersebut, yaitu kebangkitan spiritual, intelektual, dan berpikir rasional. Hal demikian, meskipun dalam kondisi amat terpuruk, masih menyisakan “harapan” untuk menang di kemudian hari. Kemunculan kaum sufi yang mendamaikan pasca peristiwa Baghdad tersebut telah memberi harapan: umat Islam tidak perlu melakukan aksi bunuh diri, tapi coba merefleksi atas kekuarangan-kekurangan, terutama spiritual (moral force). Sejatinya, pasca Tragedi Baghdad, umat Islam justeru telah membuat kekuatan-kekuatan baru yang didorong oleh kaum sufi melalui madrasah-madrasah, seperti kebangkitan Khurasan, Samarkand, India-Mughal, Mesir, Maroko bahkan hingga Cordoba. Tidak ketinggalan pula Nusantara yang secara perlahan menjadi kekuatan alternatif bagi umat Islam dunia di masa berikut ini.
Kebangkitan spiritual yang dimotori oleh kaum sufi melalui lembaga-lembaga tarekat misalnya telah memberikan harapan atas pentingnya ilmu dan pengetahuan. Spirit tidak hanya dipandang dari kekuatan zikir saja, melainkan intelektual yang mengarah kepada berpikir rasional. Berpikir rasional dalam pengertian membuka kesempatan kepada pihak lain (liyan) di dalam memberikan konstribusi bagi kemajuan umat atau secara lebih luas pada kemanusiaan.
Cirebon, 16 Mei 2021.