Tiga nama pada judul tersebut erat kaitannya dengan satu sekte, aliran, atau bisa dikatakan sebuah mazhab dalam pandangan umat Islam Indonesia yang sering marak dan memicu polemik. Syiah. Kelompok yang secara moral mendukung penuh atas perjuangan Sayyiduna Ali bin Abi Thalib Al-Murtadla, namun sering dipandang sesat karena berbeda pandangan pada persoalan politik. Jika Ahlussunah wal Jama’ah mengakui adanya pemerintahan “Al-Khulafa Al-Rosyidun”, maka Syiah menolak dan hanya mengakui Imam Ali Al-Murtadla beserta 12 imam putera turunannya. Di dalam sejarahnya, kaum Syi’ah lebih banyak melakukan eksodus dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka melakukan gerakan mata-mata,menyaru, dan menyamar (taqiyah) dari kejaran balatentara putera turunan Yazid bin Muawiyah sebagai seteru politik. Tercatat, hanya Bani Fathimiyah yang berkuasa di Mesir dan Bani Buwaihi yang berkuasa di Persia (Iran sekarang), kedaulatan kaum Syi’ah benar-benar bisa terwujud.
Memang, apapun aliran agama, apalagi aliran (ideologi) politik, akan melahirkan kelompok-kelompok garis keras (fanatik) yang akan menghadapi realitas secara radikal, tidak mengenal kompromi. Dalam pandangan mayoritas “secara tekstual”, Syiah masih sering dipandang sebagai penganut garis keras dan bukan dari bagian umat Islam mayoritas. Mereka dianggap memiliki akidah yang berbeda dari akidah umat Islam pada umumnya. Dalam melakukan aksi-aksi akidahnya, Syiah sering digambarkan sebagai pelaku aksi kesesatan dan ekstrim.
Kang Jalal atau Jalaluddin Rakhmat(1949-2021) mendapat pendidikan sarjana di Qum (Iran). Ia sempat dihebohkan karena mendirikan ikatan jama’ah ahlul bait Indonesia (IJABI). Ia seorang pakar komunikasi. Tulisan-tulisannya di media terasa renyah dan banyak diminati kalangan mahasiswa dan umum. Dalam waktu singkat namanya terus berkibar setelah mendirikan yayasan pendidikan di Bandung. Kecurigaan memuncak setelah ditengara, yayasan miliknya mendapat “support” dana dari Iran. Anggapan sebagian orang, Kang Jalal patut dicurigai, karena telah menjadi agen Syiah di Indonesia yang mayoritas umatnya berpaham Ahlussunah wal Jama’ah. Singkat kata, perjalanan intelektual Kang Jalal cukup lumayan moncer hingga akhir hayatnya.
K.H. Ishomuddin Hadziq atau Gus Ishom(1965-2003) adalah cucu Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari yang memiliki jasa besar dalam pengumpulan naskah-naskah karya kakeknya yang terserak. Gus Ishom menulis ulang dan mentashih karya-karya yang sudah usang tersebut. Dalam forum pengajian di kelas madrasah, Gus Ishom bercerita pertemuannya dengan Kang Jalal. Gus Ishom sempat bertanya kepada Kang Jalal: apakah dirinya seorang Syi’ah? Kang Jalal menjawab, tidak. Dia pecinta ahlul bait.
Kecurigaan Ustadz Idrus Ramli terhadap karya-karya Syi’ah adalah dalam bentuk tekstual, dalam idiom “taqiyah”. Padahal, taqiyah (kegiatan intelejen) bisa saja terjadi di setiap gerakan politik. Kehebatan “ilmu taqiyah” yang dimiliki oleh kaum Syi’ah ini yang kemudian menjadi kewaspadaan pihak-pihak yang berhaluan politik berbeda, tidak hanya kalangan Ahlussunah wal Jama’ah yang mayoritas, namun juga kalangan Wahabi dan juga Yahudi. Sekali lagi, politik.
Penulis: Goesd
Editor: Goesd