Kerajaan Kanjuruhan dan Raja Raja Jawa memiliki sejarah yang unik. Dari satu sisi, Kanjuruhan dan Raja Raja Jawa terpisah secara genetik, namun di sisi yang lain memiliki ikatan sejarah yang panjang.
Keunikan Kanjuruhan dan Raja Raja Jawa adalah terletak pada kemunculan Kanjuruhan yang terpencil dan jauh secara geografis.
Sebagian besar sejarawan Jawa menulis sejarah Jawa berangkat dari kitab Pararaton. Sebuah kitab yang tidak dikenal penulisnya. Kitab ini terdiri dari 32 halaman dengan bait 1126 baris. Dari kitab ini, secara keseluruhan menceritakan tentang Ken Arok, tokoh legendaris bagi “Wangsa Kerta” yang memiliki wewenang menjadi penguasa dengan status seorang Dewa atau Dewaraja. Kitab Pararaton ditengara, ditulis antara tahun 1481 dan selesai pada 1600 Masehi. Jadi, ditulis 200 tahun setelah masa Ken Arok (1222-1292 Masehi).
Lapisan Lapisan Sejarah Manusia di Kanjuruhan
Riwayat Majapahit sering disebutkan sebagai kelanjutan dari sejarah Sing-ha-sari. Sebuah kerajaan yang didirikan oleh Ken Arok. Oleh karena itu, silsilah raja raja Majapahit sering dinisbatkan kepada kerajaan Sing-ha-sari yang kemudian menjadi rujukan bagi penulisan Babad Tanah Jawi yang ditulis pada (1836 Masehi). Secara singkat digambarkan jika, raja raja yang berkuasa di pulau Jawa ditegaskan sebagai keturunan dari Ken Arok ini. Sehingga sesuai dengan namanya, Pararaton adalah kitab silsilah raja raja, seperti Sulalatus Salatin bagi Tambo Melayu (sejarah Melayu).
Kanjuruhan adalah biasa dinisbatkan kepada sebuah kerajaan yang berdiri di Kota Malang yang ditandai dengan berdirinya candi Dinoyo. Dari candi ini diketahui, Kanjuruhan berdiri sekitar pada abad ke-6 hingga ke-7 Masehi yang berusia sama tuanya dengan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Lebih tua dari kerajaan Dieng yang berdiri pada abad ke-8 hingga ke-9 Masehi. Jadi, sungguh suatu keanehan, manakala Jawa Tengah belum mengenal peradaban besar dengan Candi Borobudur dan Candi Prambanan sebagai simbol, di Kanjuruhan sudah terlebih dahulu ada kehidupan yang ramai. Padahal, secara geografis, kerajaan kerajaan di Jawa Tengah semestinya jauh lebih dahulu lahir. Terlebih, selama ini, sejarah selalu berorientasi kepada Laut Utara yang menghubungkan peradaban China dan India.
Tak dapat dipungkiri, hal ini sedikit memberi asumsi terbalik tentang sejarah Indonesia. Ketika Laut Selatan menjadi bagian penting dari kejayaan masa lalu manusia Jawa.
Sejarah manusia Jawa sebelum mengenal agama agama besar merupakan bagian dari gelombang Melanesia. Secara umum suku bangsa Melanesia bercirikan dengan berkulit gelap, rambut keriting, struktur tulang yang besar dan kokoh, serta badan tegap dan terlihat atletis. Suku bangsa ini paling awal menjadi penghuni kepulauan Nusantara setelah masa kepunahan binatang dan manusia purba. Suku bangsa Melanesia banyak tersebar di Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, hingga Fiji. Keunggulan suku bangsa yang masuk ke dalam ras Melanesia ini adalah piawai di dalam mengarungi lautan.
Gelombang berikutnya adalah Austronesia yang tersebar di Taiwan, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Indonesia, Brunei, Kepulauan Cocos, Madagaskar, Mikronesia, dan Polinesia. Gelombang Austrinesia ini meliputi pula suku bangsa Melayu Singapura, dan suku bangsa Polinesia di Selandia Baru, Hawaii, orang orang non-Papua di Melanesia. Suku bangsa yang masuk kategori Asutronesia ini memiliki ciri kulit berwarna merah muda sampai coklat dengan rambut lurus, keriting, atau bergelombang.