Problematika seorang salik ketika menghadapi beberapa pendapat dan guru. Bagaimanapun di dalam kehidupan, guru adalah kenyataan yang nyata. Sering orang bilang, “Pengalaman adalah guru terbaik.”
Kata salik dalam bahasa Arab berarti pejalan. Orang yang berjalan. Lebih spesifik, orang atau pribadi yang menjalani suatu thoriqoh melalui jalan syariat untuk menuju kepadaNya. Ibarat pakaian, thoriqoh adalah pakaian yang melekat pada tubuh, termasuk kendaraan yang ditumpangi, beserta asoseris-asoseris lainnya. Maka, tidak heran, jika salik memiliki pakaian-pakaian tertentu, mulai dari model busana, tasbih, tongkat, kitab suci, dan wazhifah-wazhifah. Sementara syariat adalah jalan raya yang memiliki batasan-batasan kecepatan dan rambu-rambu lalu yang telah ditetapkan oleh pemilik jalan itu, Syari’, Allah Ta’ala.
Dalam bahasa yang sudah membumi di Nusantara, kata salik lalu menggunakan kata akrab santri. Santri diambil dari kata bahasa Sansekerta yang berarti sastri, orang yang akrab dengan kitab suci.
Hal ini cuma gambaran untuk membedakan antara thoriqoh dan syari’at agar mudah dipahami. Karena, masih banyak varian-varian simbolik yang bisa menggambarkan pembedaan antara thoriqoh dan syari’at tersebut, seperti dalam kisah pewayangan Dewa Ruci.
Nah, dari gambaran pakaian dan jalan ini, seorang salik atau santri akan mempersiapkan semua untuk menempuh suatu perjalanan yang panjang (istiqomah) menuju padaNya. Di dalam mempersiapkan perjalanan panjang itu tentu memerlukan pengetahuan, keyakinan akan keselamatan, serta perbekalan. Di dalam al-Qur’an, sebaik-baik bekal adalah takwa, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 197.
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Haji adalah bulan-bulan yaang sudah dimaklumi. Orang-orang yang telah menetapkan niatnya pada bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh berkata kotor, berbuat fasik, dan bertengkar. Segala kebaikan yang kamu kerjakan, niscaya Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berpengetahuan.
Dari sini, sebuah perjalanan itu memerlukan aspek kelengkapan-kelengkapan, baik perjalanan itu pendek maupun panjang. Haji adalah ibarat suatu perjalanan panjang yang tidak hanya memerlukan mental, pengetahuan, maupun perbekalan, melainkan “lillah”. Sementara masih banyak lika-liku jalan yang harus ditempuh.