Apa fungsi susastra dalam beragama? Yang pertama dan utama adalah untuk menyingkap keindahan Kalam Suci. Karena, Kalam Suci itu diturunkan kepada umat manusia, maka sentuhannya pun harus dengan bahasa jiwa manusia.
Pribadi Susastra
Susastra adalah bahasa atau kata-kata indah. Dengan kata-kata, Nabi Daud as mampu berbicara kepada burung-burung. Jadi, jangan heran, jika kemudian dikisahkan ada seorang wali yang bisa berkomunikasi dengan binatang-binatang liar. Atau sebaliknya, binatang-binatang yang mampu menuruti keinginan-keinginan manusia. Karena, binatang-binatang itupun punya logika sendiri yang berbeda dengan manusia. Logika binatang tersebut telah disinggung oleh Al Quran dengan istilah “manthiq al thair” (منطق الطير), logika burung.
Ini perbedaan antara Dunia Timur dan Dunia Barat di dalam memandang susastra. Bila Dunia Timur menyebut susastra adalah sesuatu yang sakral, maka Dunia Barat mencari kesakralan di dalam susastra dalam pandangan mereka yang modern (sekuler).
Namun tidak jelas, Dunia Barat yang mana yang mengabaikan sakralitas dalam susastra. Karena, Dunia Barat pun mengenal dewa-dewa yang yang mereka percaya sebelum agama-agama Ibrahimi menjadi kepercayaan baru bagi mereka. Mungkin, yang dimaksud dengan modern itu pada masa pascaindustri. Ketika ilmu pengetahuan dipisahkan dari kehidupan agama sehingga susastra pun ikut-ikutan.
Sejarah modern sangat menentukan dalam perwujudan manusia modern di Barat yang berpengaruh juga di Timur setelah terjadinya kolonialisme. Di satu sisi, peran agama yang begitu besar, terutama di dalam menarik upeti-upeti untuk kepentingan rumah ibadah mereka telah membuat jama’ah menjadi apatis sehingga mereka tidak percaya lagi kepada kesakralan. Zaman-zaman upeti demikian telah merubah watak manusia untuk menolak sakralitas. Karena, persepsi rumah ibadah dan kekuasaan istana hampir sama, materialisme. Serba materi.
Mencari Tuhan dengan Susastra
Dari gambaran di atas, Dunia Timur sangat melekat dengan pribadi susastra. Bagaimanapun nabi-nabi banyak hadir di Timur. Meskipun jika ditelusuri juga terdapat pula nabi-nabi di Barat.
Maka, dalam tarekat, dapat disimpulkan: jumlah nabi dan rasul itu sangat banyak. Ribuan jumlah nabi dan 313 orang rasul. Bisa jadi, setiap suku-bangsa ada nabinya. Orang yang mendapat kabar berita atau ilham langsung dalam istilah bahasa Arabnya. Hanya saja, yang wajib diketahui oleh umat Islam belakangan hanya 25 nabi dan rasul saja. Umat Islam percaya awal kehidupan manusia itu bermula dari usai banjir bandang pada masa Nabi Nuh as. Anak-anak Nabi Nuh as ini yang kemudian membuat tatanan dunia baru setelah masa-masa Nabi Adam as.
Karena luasnya sebaran anak cucu Nabi Nuh as tersebut ke berbagai belahan dunia, maka mereka disebut di dalam Al Quran menjadi bersuku-suku-bangsa (قبائل).
Susastra pada dasarnya hanya penunjang dan pendukung dari pribadi susastra. Istilah pribadi susastra digunakan di sini karena awal mulanya dari sosok pribadi spiritualis. Mereka bisa disebut sebagai nabi, rasul, dan wali. Dari merekalah sumber inspirasi susastra. Mereka tidak menulis atau menorehkan jejak-jejak susastra. Hanya sahabat, pengikut, atau murid-murid mereka yang menulis. Dari sini, muncul tradisi susastra kitab-kitab suci, risalah-risalah, beserta tafsiran-tafsirannya.
Dengan demikian, jika terdapat 25 (yang wajib diketahui) atau 313 rasul sebanyak jumlahnya, maka otomatis masing-masing membawa risalah susastra. Artinya, terdapat 25 kitab suci yang pernah terdokumentasikan. Adapun yang wajib diketahui oleh umat Islam hanya empat kitab suci. Nah, kerumitan semacam ini yang tidak atau jarang dipahami oleh umat Islam sendiri. Mereka mengabaikan susastra karena hanya melanjutkan atau meneruskan tradisi-tradisi yang sudah ada.
Ngawi, 3 Mei 2022.