Topangan organisasi dalam sebuah pesantren sudah terbilang urgen. Analisis ini jarang menjadi perhatian peneliti sistem pendidikan. Sering-sering, maju mundur sebuah pesantren ditentukan oleh sosok figur pemimpinnya. Tapi, begitu figur itu tidak ada, maka perlahan pesantren pun surut, bahkan habis tidak ada kegiatan. Karena, kaderisasi dan regenerasi adalah sebuah sistem yang tidak mudah diciptakan.
Perlu Keikhlasan
Apakah sebuah pesantren memerlukan modal yang besar?
Ada anggapan demikian. Untuk mendirikan sebuah pesantren sama seperti mendirikan perusahaan. Memerlukan perhitungan rasional. Jika tidak, maka akan merugi.
Bagi sosok yang memahami cara mengorganisir massa, finansial besar tidak masalah untuk digunakan sebagai modal untuk membangun pesantren. Dapat membuat sebuah sistem yang aman dari sisi manajemen. Namun, jika hanya mengandalkan finansial tanpa memahami cara berorganisasi, contoh seseorang diberi kepercayaan untuk mengelola limbah sampah di sebuah pesantren. Ia diberi modal sekitar 300 juta rupiah. Namun, karena tidak memahami organisasi, akhirnya modal yang diberikan habis. Sementara pekerjaan tidak juga selesai atau dengan hasil yang menguntungkan.
Artinya, sebuah organisasi memerlukan etos kerja dan juga kemampuan. Ada modal besar sering membuat orang terlena. Maka, tidak heran, jika kemudian di dalam organisasi tradisional seorang kesatria dilarang memegang uang karena akan merusak sistem. Karena, tugas sesungguhnya seorang kesatria adalah eksekutor program-program bersama
Sering-sering keluarga pesantren terlambat dalam berorganisasi. Sehingga ketika pesantren ditinggal oleh tokoh sentral maka masing-masing ahli waris merasa paling berhak dan paling mampu. Walhasil, masing-masing tidak mampu mengorganisir potensi dengan lebih baik selain dari perpecahan.
Membuang Uang dan Politik
Alasan seseorang enggan berorganisasi biasanya sering membangun asumsi sendiri. Di dalam berorganisasi, uang, tenaga, pikiran, dan waktu menjadi pengorbanan yang sangat besar. Sehingga seseorang akan berpikir dua kali untuk benar-benar total dalam berorganisasi. Di samping, sering pula terjadi, sebuah organisasi mengarah kepada kepentingan politik, baik politik pribadi dan keluarga maupun politik praktis kepartaian. Organisasi yang memiliki massa besar berpotensi untuk dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang lebih besar.
Di dalam pesantren, pengaturan organisasi mutlak diperlukan karena melibatkan orang banyak. Pengaturan organisasi di dalam pesantren akan disesuaikan dengan tujuan-tujuan pesantren sebagai lembaga pendidikan dan kemasyarakatan. Baik berupa pendidikan internal maupun eksternal. Pendidikan internal misalnya sekolah, madrasah, dan rutinitas lainnya. Sementara pendidikan eksternal misalnya jama’ah thariqah untuk masyarakat umum dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya.
Cirebon, 23 Mei 2022.