Sejak akhir Desember 2019, kemudian memasuki tahun 2020, Mustakim bertekad untuk memperluas khidmatnya pada pesantren. Baginya, kesuksesan adalah kebahagiaan, sementara kebahagiaan bisa diraih dengan berbagai cara. Tidak semata dalam bentuk banyaknya jumlah nilai harta.
Berawal dari Pengusaha Madu
Setelah menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren Madrasatul Quran (PPMQ) Tebuireng, KH Mustakim menikahi gadis pujaan hatinya. Salah seorang puteri kiai kampung yang berada di Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen. Sebelum dibuka jalur baru, Mirit dilintasi oleh jalan Daendels, untuk sebutan jalan jalur Selatan pulau Jawa waktu itu. Dan, Mirit dikenal sebagai wilayah yang tidak aman.

Tidak banyak yang menyangka, jika kemudian KH Mustakim berhasil mendirikan sebuah pesantren yang berjalan dengan cepat mendapat respon dari masyarakat.
Susah payah membangun keluarga dilalui KH Mustakim dengan gigih. Ia tidak saja mendapat tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, melainkan juga untuk membiayai adik-adiknya yang sekolah dan mesantren di Jombang. Tanggung jawab yang selalu menjadi pertimbangan umum parasantri selepas dari mesantren, karena terlanjur dibayang-bayangi oleh kekurangan finansial.
Untuk menopang hidup, KH Mustakim coba merintis usaha madu. Bagaimanapun, ia di Kebumen adalah perantau dan jauh dari rumahnya di Pemalang. Sebagai perantau tentu tidak ada sandaran lain kecuali kemampuan diri. KH Mustakim pun belajar beternak madu di Wonosobo dan Mojokerto. Dua tempat yang dipandangnya cukup representatif untuk menambah ilmu tentang lebah dan madu.

Namun, usaha beternak lebah itu tidak cukup memuaskan usahanya, meskipun tidak bisa dipandang gagal. Ia merubah sistem menjadi pedagang madu kemasan. Atas kerjasama relasi-relasinya sesama peternak madu, KH Mustakim membuka layanan jual beli madu via online. Ia bisa memperoleh omzet yang lumayan. Pesanan madunya tidak hanya untuk di pulau Jawa saja, bahkan hingga ke mancanegara.
Usaha itu tentu cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga saja, belum kepada kemaslahatan orang banyak. KH Mustakim di sela-sela kesibukannya berjualan madu, lalu membagi waktunya untuk membuka pengajian anak-anak. Berbekal dari PPMQ, MQ Tebuireng, sebuah pesantren Al Quran di Jombang, KH Mustakim akhirnya bertekad untuk mendirikan Pondok Pesantren Madrasatul Quran Al Muttaqin di Desa Mangunranan, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen.
Berkah Selalu dengan Pesantren
Kesuksesan di dalam Al Quran sering disebut sebagai “Al Najah”. Najih, bisa berarti orang yang sukses. Namun, al najah tidak serta merta diartikan sebagai banyaknya harta. Al najah berarti kebahagiaan. Orang yang sukses menurut Al Quran dengan demikian adalah orang yang berbahagia, karena mampu mengelola anugerah yang dilimpahkan kepada seorang hamba. Kira-kira, buat apa harta melimpah kalau tidak mampu dikelola dengan baik dan bahkan menjadi rebutan.

Pesantren memiliki potensi di dalam menggalang kebahagiaan bersama. Tidak saja keluarga, namun bisa berdampak pada orang-orang sekeliling dan masyarakat. Tidak semua orang mampu mengakumulasi kebahagiaan finansial sekaligus sosial tentunya. Jika hanya tertumpu pada finansial, berbagai kepentingan yang datang kemudian pun akan dilandasi oleh niat dan kepentingan materi, sementara kebahagiaan sosial tidak bisa tercapai. Oleh karena itu, dengan kemampuan seadanya, KH Mustakim berhasil mengakumulasi keduanya dengan baik, finansial dan sosial, melalui pesantren.
Cirebon, 23 Mei 2022.