Seputar waktu senja. Ketika hujan deras menerpa. Alunan menjadi ritme paling menarik di antara kesyahduan yang asing.
Tak lagi terdengar kata “prepek” dari tetangganya yang coba beringsut dari tempat duduk. Sejak pagi-pagi sekali ia beranjak, tapi tak dijumpai sebatang puntung. Mungkinkah lebaran kali ini ia tak bisa pulang kampung?
Yogyakarta, 2 Mei 2022, tulisnya. Hari ketika umat Islam sedunia merayakan Idul Fitri. Di tahun ke-1443 dalam bilangan Hijriyah.
Kecamuk di kepalanya belum usai. Ia tersungkur dalam demam yang akut. Batuk dan pilek. Dan, ia belum bisa beranjak dari pikirnya yang kalut.
Barangkali ia bersololokui. Berkata dalam dialog diri. Karena, pada saat orang-orang bergembira dan merayakan kebodohan mereka. Di wajahnya tampak roman yang muram.
Dua tahun, ia seperti tersandera. Dalam geliat yang tak mampu dijawab olehnya sendiri. Semestinya ia berpikir akan ada tangan-tangan lain yang bisa membantunya. Tapi, siapa?
Sementara ini. Dia berpikir, hanya dirinya sendiri yang memiliki kesadaran itu. Teman-temannya sudah lama dia dalam kerangka kesibukan, was was.
Ia tak harus berhenti berpikir, gumamnya. Ia harus terus berpikir untuk melawan demam yang kian menghebat. Sekujur tubuh tiba-tiba menggigil, tak luput dari cengkeraman selimut. Seandainya ada yang tahu, tak mungkin pula ia akan menerima santunan sebuah perhatian. Di ujung jalan yang langka. Justeru, cacian dan makian akan terus berbicara, menghakimi keadaan.
Dirinya atau siapapun tak akan sampai pada sebuah kenangan. Karena, penghakiman sudah berjalan. Dibunuh dalam suasana mencekam. Dengan dan atas nama kebijaksanaan.
Mereka telah berbaju dan sejak mula sudah berbaju, tuturnya. Hanya baju-baju amoh yang pernah mereka pakai malah telah diberikan. Dengan baju-baju amoh itu, mereka pikir bisa mengelabuhi setidaknya.
Mereka bisa memukul punggung punggung hingga lepuh. Baju-baju amoh telah menjadi identitas yang usang. Tapi, menjadi sangat efektif untuk menikam dan membunuh yang lain. Tak usah bicara dengan geram. Hati boleh panas, tapi pikiran tetap dingin. Ujaran yang sering menjadi nasehat mendamaikan untuk sementara. Berbicaralah dengan atas nama kata diam, bukan dalam karakter dendam. Kemajuan-kemajuan tidak dalam arti sesungguhnya yang tak dapat mereka raih. Bila berkata, berkatalah dengan kesadaran. Karena, tidak semua hidup dalam sadar. Mereka berjalan di atas bayang-bayang yang harus selalu dikejar. Pengenyampingan hanyalah pembodohan, karena belum bisa menggantikan peran mereka yang seharusnya diam.
Kenangan bukanlah obat. Kenangan adalah melawan demam dengan cara berbeda, karena belum siap-siap sadar.
Jika bertindak sama, apa bedanya dengan mereka?
Semarang, 3 Mei 2022.