Masih banyak kisah yang belum terangkai dari Gus Dur. Mungkin, kisah-kisah tersebut dialami oleh orang-orang yang memang tidak mampu menuliskannya, ada yang menjauh dari keramaian atau dari konflik yang belum selesai.
Dan, tidak semua suka Gus Dur. Apalagi masalah susastra yang akan berlawanan dengan sastra-sastra normatif pada umumnya di Indonesia. Dapat dibayangkan, baru beberapa tahun terakhir ini dapat disaksikan berita-berita media sosial yang jauh dari kebenaran. Pun, orang bilang pascakebenaran. Antara benar dan salah hanya beda-beda tipis. Lalu, siapakah yang benar?
Dikisahkan, sebut saja Kang Ujang (bukan nama sebenarnya). Dulu, pernah sangat dekat dengan Gus Dur, bahkan sering mendapat perintah-perintah langsung untuk tugas yang tidak bisa dikerjakan oleh sembarang orang. Maklum, tidak ada tugas ringan yang diamanatkan oleh Gus Dur, seperti perintah menjadi Ketua Partai, menjadi menteri, atau menjaga kuburan. Nah, untuk perintah menjaga kuburan ini tidak satu dua orang saja. Tapi, hampir rata-rata, karena ini pekerjaan awal dari tugas dan perintah yang akan diberikan selanjutnya.
Pada suatu hari, Kang Ujang mengirim selembar kartu ucapan hari raya Idul Fitri. Dia berharap Gus Dur dapat memaafkan kesalahan-kesalahannya di hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh umat Islam Indonesia. Dan, Kang Ujang menganggap perkara mengirim kartu itu sebuah kebiasaan lumrah dan tidak akan berdampak negatif. Malah, sebaliknya, akan dapat kesan baik dari kedua belah pihak
Tapi, tanpa dinyana, beberapa waktu berselang, ketika Kang Ujang berkesempatan untuk bermushofahah (bersalaman langsung), Kang Ujang malah kena damprat oleh Gus Dur. “Kon iku, masih pakai simbol-simbol juga. Kalau Kon punya salah ya tak sepura. Kalau Kon punya salah njaluk o sepura. Gak usah kirim kartu-kartuan!” tegas Gus Dur.
Makjleb!
Kang Ujang tak mampu berbicara lagi.
Demikian, kisah taslim (memaafkan dengan tanpa bersifat verbal dan simbolik) Gus Dur kepada Kang Ujang.
Ketika Ujang ditanya, Apakah Gus Dur juga mentaslim orang-orang yang telah mengkhianatinya?
Dengan tersenyum, Kang Ujang menjawab, “Khitab (ucapan Gus Dur) itu khusus kepada saya. Nggak tahu kalau kepada yang lain.”
Sebab, kata Kang Ujang, semua ada kronologinya. Ada latar belakang. Kenapa Gus Dur harus marah? Kenapa Gus Dur tertawa? Semua ada asal muasalnya. Tidak dumadaan, tiba-tiba.
Soal khianat mengkhianati, terang Kang Ujang, ada santri yang berterus terang ingin berkhianat kepada Gus Dur.
“Gus, saya mohon izin untuk berkhianat,” tutur Kang Santri. “Saya mau pindah partai, yang sekarang sudah tidak nyaman buat saya.”
“Ya wis, khianatmu tak tompo. Mugo ana manfaate marang awakmu,” jawab Gus Dur.
Cirebon, 4 Mei 2022.