Nilai-nilai kemanusiaan adalah fitrah yang dianugerahkan Allah Ta’ala dalam mengemban amanah dan tugas sebagai khalifah di muka bumi sehingga tidak boleh dikalahkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai-nilai kemanusiaan tersebut harus diperkuat melalui ekosistem dan eksistensi kebudayaan yang meliputi agama, ilmu pengetahuan, teknologi, hukum, pendidikan, adat istiadat, alam lingkungan, maupun etika dan akhlak. Sebab, ilmu dan pengetahuan yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan akan berdampak pada kesengsaraan manusia lahir dan batin. Dengan demikian, karakter manusia Indonesia yang dicita-citakan harus mempertimbangkan aspek-aspek budaya dan nilai-nilai kemanusiaan.
Di dalam menanamkan aspek-aspek kebudayaan dan nilai-nilai kemanusiaan tersebut, lembaga pendidikan di satu sisi merupakan ujung tombak pelaksanaan dari program-program yang telah dicanangkan oleh pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Kementerian Agama RI sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945.
Sementara di sisi lain, anak (peserta) didik sebagai subyek yang melaksanakan program-program pendidikan pemerintah tersebut secara langsung harus memiliki pengetahuan dan kesadaran kognitif. Para guru beserta Pemangku Kebijakan terkait dapat mengambil peranan sebagai fasilitator, mentor, atau analisator yang menghubungkan antara anak (peserta) didik pada program-program pemerintah tersebut. Guru yang selama ini dipahami sebagai subyek ilmu dan pengetahuan bagi anak (peserta) didik dapat merubah pola dan pandangan terbalik, sehingga peran aktif dari anak (peserta) didik dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia sebagai amanat Undang-undang adalah mutlak.
Kognitif adalah proses dan produk pikiran untuk mencapai pengetahuan berupa aktivitas mental seperti mengingat, mensimbolkan, mengkategorikan, memecahkan masalah, menciptakan dan berfantasi. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan fungsi intelek atau proses perkembangan kemampuan atau kecerdasan otak anak (peserta) didik. Tanpa kemampuan kognitif yang memadai hampir mustahil seorang anak mampu menyelesaikan sebuah masalah. Kesadaran kognitif seorang anak (peserta) didik dapat dibantu oleh lingkungannya yang kondusif, seperti rombongan belajar, suasana kelas, pergaulan dan keluarga. Kesadaran kognitif dapat ditimbulkan setelah adanya saling memberi pengertian yang dihasilkan atau diberikan oleh guru atau orangtua melalui motivasi-motivasi dan minat, sementara seorang anak (peserta) didik dapat mengungkapkan kebutuhan dan keinginannya, terutama dalam gagasan dan rasa ingin tahu.
Dengan demikian, pemahaman unsur-unsur budaya mutlak dimiliki oleh guru atau orangtua anak (peserta) didik agar motivasi dan minat dalam menempuh pendidikan dapat tumbuh sejalan dengan perkembangan anak (peserta) didik.