Apa yang terjadi, jika Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari lebih memilih tinggal di Makkah Al-Mukarramah sementara Beliau sudah mendapat gelar yang cukup “previllage” pada zamannya. Gelar Hadrtussyekh setara dengan gelar profesor saat ini. Orang yang mendapat gelar tersebut dengan sendirinya akan menduduki posisi yang istimewa, disegani, dan dihormati.
Oleh karena itu, pandangan waskita Syekh Mahfud Termas jauh ke depan, menembus langit, dan membaca “kahanan’ yang akan terjadi. Tradisi akan tergerus di Kota Suci Mekah. Maka, ia harus dipindah terlebih dahulu ke tempat yang lebih aman, Nusantara. Hadratussyekh KHM Hasyim tidak dapat menolak perintah gurunya agar kembali ke tanah air. Di tempat yang jauh dan sunyi, membabak lokasi yang masih gelap, Tebuireng. Meskipun tidak sepenuhnya cahaya karamah Kota Suci Mekah berpindah, karena takdirnya sebagai poros dunia, setidaknya cahaya gemerlapnya telah berhasil dipindahkan sebagian ke Tebuireng. Yang kelak, suatu saat nanti, tradisi itu akan kembali lagi “murup”, bersinar di sana, di Kota Mekah.
—
Apa yang dikatakan oleh Abang Kiai Fahmi Khairul di dinding facebooknya hampir dialami oleh mayoritas santri kala itu, bahwa kita santri MQ Tebuireng yang dikenal dengan Penghuni Pondok Tebuireng Timur setiap harinya terutama Duhur dan selepas ashar selalu menuju ke Pesantren Tebuireng Barat untuk mendaras hafalan di Masjid Tebuireng atau Maqbarah Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari dan keluarga.
Masjid dan Maqbarah kala itu benar-benar tempat yang damai, teduh, dan tenang memungkinkan untuk mendaras hafalan al-Quran dengan khusyuk lantaran belum seramai seperti sekarang.
Kala datang bulan suci Ramadhan, bakda Duhur, para santri benduyun-duyun untuk “ngangsu” ilmu kepada Almarhum KHM Ishomuddin Hadziq dan bakda Tarawih dengan setia mendengar petuah-petuah dari Almarhum K.H. Ishaq Latif; sungguh dua Kiai yang selalu diburu ilmu dan kebekahannya oleh para santri dari pesantren manapun.
Karena kesakralan Pesantren Tebuireng, pada setiap hari Jumat, santri-santri sekitar Dusun Tebuireng dan warga sekitar akan berduyun-duyun ke pesantren agar bisa melaksanakan shalat Jumat di Pesantren legendaris ini, yang jumlah jamaah di luar masjidnya selalu jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di dalam masjid.
Banyak cerita ketika di Pesantren Tebuireng yang tidak akan pernah habis untuk ditulis.
Dengan tema harlah kali ini yakni “Mengawal Perpaduan Islam dan Indonesia”, mari kita ucapkan:
Selamat Harlah Pesantren Tebuireng ke-122 Tahun.
Semoga Pesantren Tebuireng akan terus jaya hingga akhir masa.