Bagi generasi 1980-1990an, Teka Teki Silang (TTS) tidaklah akan asing, karena bisa dijumpai di setiap koran mingguan atau majalah. Pun, membelinya di pasar-pasar, terminal-terminal, atau stasiun-stasiun amatlah gampang. Tahukah Anda, jika tekun mengisi TTS akan memperkuat ingatan dan menghindari pikun? Bagi Anda yang biasa ngewirid dan zikir, faktor pikun itu bisa diatasi. Lalu, bagaimana bagi orang yang jarang ngewirid? Ya, solusinya bisa dengan membiasakan diri mengisi TTS disertai wirid. Insya Allah akan awet dan tidak gampang pikun.
—
Buku teka-teki silang (TTS) ini saya temukan setelah menata ulang buku-buku di rak, buku ini saya beli tahun 2012, buku TTS Pilihan Kompas edisi 3 yang lumayan tebal, terdiri dari 65 TTS yang bisa memuaskan para pecandunya, di dalamnya diuraikan juga cara membuat TTS dan tips mengisi TTS.
Melihat buku ini tiba-tiba teringat pertama kali saya bersentuhan dengan TTS. Perkenalan dengan TTS terjadi ketika saya berlangganan majalah Mentari, sebuah majalah anak-anak bulanan paling populer setelah majalah Bobo kala itu, pertama kali berlangganan ketika saya memasuki kelas empat sekolah dasar, keinginan berlangganan majalah waktu itu muncul karena orang tua berlangganan koran, sang loper koran kemudian menawarkan kepada saya majalah tersebut, sayapun tertarik hingga akhirnya berlangganan.
Salah satu kenangan yang paling berkesan yakni ketika selesai mengisi rubrik TTS, kemudian mengguntingnya untuk dimasukkan ke dalam amplop lalu dikirim ke kantor redaksi majalah melalui kantor pos, saya biasanya titip orang tua untuk mengirim ke kantor pos atau kotak pos ketika berangkat kerja, meskipun tidak pernah mendapatkan pemenang undian hadiah kegiatan tersebut sangat menyenangkan.
Kegemaran mengisi TTS berlanjut ketika di pesantren bahkan lebih seru dan heboh karena cara mengisinya dengan keroyokan bersama teman-teman satu kamar atau satu kelas.
Saya dan teman-teman membeli buku TTS di kios penjual koran dan majalah yang biasanya juga menjual TTS, bukunya tipis harganya murah sampul depan biasanya bergambar artis-artis atau model yang aduhai, hehee.
Buku TTS yang tipis itupun kami bawa ketika sekolah, kami isi sebagai hiburan ketika sudah bosan dengan pelajaran di sekolah.
Kesempatan mengisi TTS semakin banyak manakala saya menjadi pengelola perpustakaan, karena perpustakaan berlangganan koran, saya manfaatkan mengisi TTS di koran nasional kompas dan jawa pos setelah selesai dibaca hari kemarinnya oleh para santri, di kedua koran tersebut TTS nya agak sulit karena sebagian mencakup pengetahuan dan peristiwa populer.
Meskipun mengisi TTS tidak pernah terisi penuh tetapi tetap saja asyik, mengisi TTS sebenarnya bukan menjawab sebuah pertanyaan, tapi menebak pertanyaan dan ternyata mengisi TTS punya banyak manfaat.
Ari Lasso menyebutkan dalam buku ini bahwa pada tahun 2012 papanya berusia 75 tahun dan masih hobi mengisi TTS, kondisinya sangat fit, dan masih tajam ingatan-ingatannya. Ari Lasso pun ingin seperti papanya tetap fit di usia senja berkat TTS.
Presenter Kondang Rossiana Silalahi juga memberikan tanggapan bahwa “Ibu saya (77 tahun) hobi mengisi TTS dan hingga kini beliau tetap memiliki daya ingat yang kuat.”
Anies Baswedan yang kala itu masih menjadi Rektor Universitas Paramadina mengatakan “mengisi TTS adalah menstimulasi perluasan pengetahuan. Sebuah stimulasi sederhana, tapi bermakna sebagai modal bantu dalam memikirkan solusi berbagai tantangan keseharian.”
Kegemaran orang mengisi TTS ini seiring berjalannya waktu makin lama makin pudar, salah satu penyebabnya karena hadirnya Handphone, meskipun terdapat aplikasi TTS yang bisa di download tetapi tetap saja penggemarnya semakin berkurang.
Akhinya, kita tunggu saja budaya mengisi TTS ini tetap diminati atau punah ditelan kemajuan jaman.