Terorisme acap terjadi dalam lingkungan sosial dan kehidupan nyata di setiap tempat. Seseorang yang sedang menjalin asmara dengan kekasihnya bisa saja melakukan teror dan intimidasi. Begitu pula, seorang pejalan bisa pula mendapat teror ketika singgah di satu terminal. Namun, teror di sini lebih identik keterkaitannya dengan ancaman terhadap negara.
Pada rentang waktu antara tahun 2000 hingga 2009, peristiwa pemboman telah terjadi beberapa kali di Indonesia. Peristiwa pemboman tersebut identik dengan kegiatan terorisme seiring dengan penyebutan aktivitas tertentu yang tergolong pada aksi terorisme.
Di tengah perubahan zaman yang ditandai dengan kemajuan akses digital, ketika berita-berita di media acap tidak akurat alias “hoax”, aksi-aksi teror pun muncul dalam kerangka yang bias. Dengan kata lain, ada dan tidaknya teror akan menjadi pertanyaan umum. Padahal, dalam situasi apapun, teror tetap saja berlangsung, baik yang mengganggu stabilitas negara maupun mengganggu keamanan umum.
Secara definitif, teror dan terorisme adalah dua kata yang hampir menjadi sangat populer. Terorisme menjadi isu global sejak peristiwa 9/11 tahun 2001 ketika menara World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat mendapat serangan yang menghancurkan gedung tersebut. Sehingga terorisme menjadi istilah yang digunakan oleh masyarakat, pemerintah dan media massa untuk menyebut aksi pemboman yang terjadi di berbagai tempat.
Meskipun terorisme jarang menampakkan diri, namun bukan berarti sebagai sebuah ideologi sirna begitu saja. Pada masa Orde Baru, istilah bahaya laten sering dipakai untuk disematkan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) meskipun secara legal telah dinyatakan bubar melalui TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Kendati demikian, bahaya tersebut masih saja mesti diwaspadai, karena setiap saat dapat saja muncul kembali, karena ideologi dianggap tidak pernah mati.
Bahaya laten ini dalam istilah psikologi sosial merupakan ingatan bawah sadar suatu masyarakat yang sewaktu-waktu dapat hadir kembali. Ibarat file yang masuk di kotak sampah “recycle bin” pada komputer. File-file data tersebut dapat direstorasikan kembali untuk dihadirkan. Demikian, sebuah momok dan memori buruk dapat menjadi perilaku masyarakat. Apabila menjadi sebuah gerakan, ia akan tampil sebagai aktivitas atau tindakan yang buruk pula. Dengan demikian, teror dan terorisme tidak dapat diabaikan begitu saja, karena akan kembali muncul dalam situasi dan gerakan yang bermacam-macam bentuk.